SUKOHARJO, solotrust.com - Pengadilan Negeri Sukoharjo digugat a
kibat objek sita salah tulis. Gugatan itu dilayangkan seorang ibu rumah tangga warga Serengan, Kota Solo, termohon sita eksekusi atas sebidang tanah dan bangunan dengan luas sekira 588 meter persegi berlokasi di Jalan Slamet Riyadi, Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
Karmini Mahfud selaku nama termohon sita eksekusi melalui Juned Wijayanto dan Asy'adi Rouf selaku kuasa hukum melakukan perlawanan/bantahan dengan menggugat Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo atas dugaan maladministrasi dalam penulisan alamat objek sita eksekusi.
Kuasa hukum Karmini menyampaikan berita acara sita eksekusi dibuat PN Sukoharjo terdapat kekeliruan fatal dalam hal penulisan alamat objek sita eksekusi yang dibacakan panitera PN Sukoharjo sebelum pelaksanaan sita eksekusi.
"Kami selaku pengacara ibu Karmini Mahfud mempersoalkan perkara sita eksekusi Nomor: 9/Pdt.Eks/2022/PN.Skh,jo.No.111/Pdt.G/2015/PN.Skh yang dilaksanakan pada Kamis (15/08/2024) kemarin," ungkap Juned Wijayanto, Jumat (16/08/2024).
Lebih lanjut, dirinya bilang terdapat keliru penulisan letak objeknya, yang seharusnya di Makamhaji, Kecamatan Kartasura, namun di berita acara sita eksekusi tertulis Desa Nguter, Kecamatan Nguter. Termohon sudah protes, namun panitera tetap melaksanakan sita eksekusi.
Saat pelaksanaan sita eksekusi dijaga sejumlah aparat kepolisian dan TNI, oknum panitera PN Sukoharjo ketika mendapat protes perihal salah tulis alamat objek menjawab m kesalahan tulis tidak ada masalah.
"Saat itu termohon sita eksekusi protes, tapi oleh oknum panitera dijawab, ah itu kan cuma kesalahan penulisan saja. Padahal, Makamhaji sama Nguter ini jauh jaraknya dan beda kecamatan. Cuma sama-sama di Kabupaten Sukoharjo," beber Juned Wijayanto didampingi Asy'adi Rouf.
Juned Wijayanto menilai pelaksanaan sita eksekusi dijalankan PN Sukohrajo patut diduga tak sesuai prosedur lantaran termohon tidak diberi waktu melakukan permohonan penundaan.
"Ini sangat luar biasa sekali, pemberitahuannya (sita eksekusi) itu mendadak. Tanggal 14 surat pemberitahuan dikirim, besok paginya tanggal 15 langsung eksekusi. Surat penundaan kami kirim seketika itu juga (15 Agustus 2024), tapi tidak mendapat respons," jelas dia.
Atas dugaan maladministrasi dilakukan PN Sukoharjo, Juned Wijayanto pun mengaku sudah berkirim surat ke Mahkamah Agung, Satgas Mafia Tanah Mabes Polri, Komisi Yudisial, Kementerian ATR/BPN, hingga Ombudsman.
Menurutnya ini merupakan suatu tindakan sewenang-wenang yang luar biasa. Belum ada dalam sejarah hal seperti ini (kekeliruan penulisan surat produk hukum) dilakukan di seluruh peradilan Indonesia.
"Jadi korban (Karmini Mahfud) ini pernah melapor tentang dugaan pemalsuan dokumen, mengakibatkan tanah dan bangunan miliknya beralih kepemilikan lantaran tertipu perjanjian AJB (Akta Jual Beli) gantung oleh oknum yang diduga orang dalam koperasi itu," imbuh Juned Wijayanto.
Karmini Mahfud, kata dia, sebenarnya merupakan korban mafia tanah berkedok membantu menyelesaikan masalah hutang di sebuah koperasi. Kasus itu pernah dilaporkan ke Polres Sukoharjo pada 2014, namun hingga saat ini belum ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). (nas)
(and_)