Serba serbi

Fenomena Bediding, Suhu Dingin yang Menyertai Musim Kemarau di Indonesia

Serba serbi

14 Juli 2025 17:05 WIB

Daun diselimuti embun es di kawasan Dieng. (Foto: Instagram/@aryadidarwanto)

Solotrust.com – Sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya yang berada di Selatan khatulistiwa, kembali merasakan hawa dingin menusuk di pagi hari. Fenomena ini dikenal dengan istilah bediding.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memerkirakan kondisi suhu dingin ini masih akan berlangsung hingga September 2025. Fenomena bediding merupakan kondisi alamiah sering terjadi di Indonesia saat memasuki puncak musim kemarau. Kendati identik dengan cuaca panas, musim kemarau justru dapat membawa suhu dingin signifikan, terutama pada malam hingga dini hari.



Penyebab utama fenomena bediding adalah adanya angin muson timur (angin dari Australia) yang membawa massa udara dingin dan kering. Angin ini bertiup dari Benua Australia menuju wilayah Indonesia, khususnya Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, setelah melewati perairan Samudra Indonesia yang suhunya relatif lebih dingin.

Selain itu, langit cerah dan minim awan juga berperan besar dalam penurunan suhu.

Menurut Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi (Staklim) Jawa Timur, Linda Firotul, fenomena bediding salah satunya terjadi di Ranupane yang menjadi bagian dari kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

“Itu bisa terjadi apabila langit cerah, angin tenang (tidak berembus kencang), dan kelembapannya tinggi,” jelasnya, dikutip dari sebuah sumber.

Sedikitnya tutupan awan, panas tersimpan di permukaan bumi pada siang hari akan lebih cepat lepas ke atmosfer saat malam hari, menyebabkan suhu udara menurun drastis menjelang subuh.

BMKG memerkirakan puncak fenomena bediding akan terjadi pada periode Agustus.

Suhu udara di beberapa wilayah, khususnya Malang Raya, diperkirakan akan lebih dingin dari saat ini. Linda Firotul mengatakan, suhu udara berkisar antara 13 derajat hingga 15 derajat Celsius.

“Kalau Juli 2025, suhu minimum berkisar 17 derajat sampai 20 derajat Celsius dan maksimalnya antara 26 derajat sampai 28 derajat Celsius," sebutnya.

Fenomena ini juga dapat memicu terjadinya embun beku atau embun upas di wilayah dataran tinggi atau pegunungan. Embun upas terbentuk ketika suhu udara turun di bawah titik beku air (nol derajat Celsius), menyebabkan uap air membeku menjadi kristal es di permukaan tanaman. Kondisi ini, meski indah, dapat berdampak negatif pada sektor pertanian, terutama tanaman hortikultura.

Masyarakat diimbau tak perlu khawatir berlebihan karena bediding adalah fenomena alamiah yang rutin terjadi. Kendati demikian, penting mengambil langkah antisipasi untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan. (Annabatista Bria)

*) Sumber

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya