Pend & Budaya

Wakaf Produktif Mampu Entaskan Kemiskinan dan Kebodohan

Pend & Budaya

6 Mei 2018 18:02 WIB

Direktur Utama Dompet Dhuafa Filantropi, drg. Imam Rulyawan dalam acara puncak Future Leader Camp, Islamic Leader Talk. (solotrust.com/mia)

Solotrust.com- Wakaf tak hanya mampu menjadi salah satu solusi bagi permasalahan ekonomi tapi juga pendidikan di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama Dompet Dhuafa Filantropi, drg. Imam Rulyawan dalam acara puncak Future Leader Camp, "Islamic Leader Talk" di Hotel UNS Inn, Sabtu (5/4/2018). 

Selama ini, pendidikan bermutu hanya bisa dinikmati oleh keluarga kaya. Bagi siswa yang pintar tapi miskin, masih tertolong dengan adanya beasiswa berprestasi yang ditawarkan oleh pemerintah atau perusahaan swasta. Namun masalahnya, bagaimana dengan siswa yang bodoh dan miskin?



Kesempatan pendidikan yang diterima anak-anak miskin dan bodoh bisa dibilang masih amat terbatas. Mereka terpaksa menanggung sendiri biaya sekolahnya. Untuk mengatasi kesenjangan semacam ini, wakaf produktif dianggap sebagai salah satu jalan keluarnya. 

Wakaf sendiri berarti menyerahkan sebagian harta miliknya, untuk diambil manfaat guna kesejahteraan umum. Jadi, harta yang diwakafkan seperti tanah atau gedung akan dikelola, kemudian hasilnya dapat digunakan untuk kegiatan sosial seperti beasiswa.

Imam Rulyawan mengatakan Dhompet Dhuafa sendiri telah memberikan beasiswa kepada ratusan siswa yang kurang mampu, dari hasil pengelolaan wakaf produktif. Itu menjadi bukti nyata bahwa wakaf dapat mengentaskan kemiskinan dan kebodohan.

Dia lanjut mencontohkan pengelolaan wakaf produktif yang lain yakni Hotel Utsman bin Affan, yang pada mulanya adalah wakaf sumur yang dibeli dari orang yahudi pada zaman Rasulullah SAW. Sebagian uang dari pendapatan hotel tersebut akan dibagikan kepada umat miskin dan sebagiannya lagi disimpan di rekening Utsman.  Jadi, wakaf jika dikelola dengan baik pengelolaannya maka akan menyejahterakan umat.

Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim seharusnya memiliki potensi wakaf yang sangat besar. Sayangnya, Indonesia masih sangat tertinggal dalam penyerapan wakaf, bahkan dari negara Singapura yang mayoritas non-muslim.

Merujuk data yang dijabarkan Imam, Indonesia baru bisa memanfaatkan wakaf sebesar 2 persen. Sedangkan, Singapura yang hanya memiliki penduduk muslim sebesar 15 persen mampu menyerap wakaf sebesar 98 persen.

"Wakaf adalah pertemuan antara bisnis dan sosial. Anda mau tidak punya rekening yang masih ada sampai ribuan tahun seperti punya Utsman? Jadi kalau cita-cita itu hanya gaji berapa besar, tetapi mau wakaf berapa banyak," kata Imam. (mia)

(wd)