Ekonomi & Bisnis

Pandemi Tak Kunjung Usai, Pengusaha Rotan Keluhkan Ekspor

Ekonomi & Bisnis

25 Juni 2021 17:01 WIB

Ilustrasi kerajinan rotan (Foto: Shutterstock)

SUKOHARJO, solotrust.com - Pandemi Covid-19 telah berdampak signifikan di berbagai sektor. Salah satu industri yang turut merasakan hantaman virus ganas itu adalah kerajinan rotan.

Salah seorang pelaku usaha rotan, Suwantik mengaku di masa pandemi ini sejatinya banyak permintaan masuk. Namun, banyaknya kapal yang tidak beroperasi membuat ocean price alias harga pengapalan dari negara asal ke negara tujuan ekspor mengalami kenaikan signifikan.



“Sebetulnya untuk pesanan banyak, tidak ada penurunan permintaan. Cuma karena Covid-19 ini kapal banyak yang tidak beroperasi, sehingga ocean price mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Contoh ke Australia biasanya hanya US$800, sekarang sudah hampir US$4500, naik lima kali lipat,” beber Suwantik, saat ditemui solotrust.com di ruang kerjanya, Jumat (25/06/2021).

Terkait ocean price, tak jarang pesanan mengalami pembatalan secara tiba-tiba. Hal ini terjadi lantaran sulitnya buyer alias pembeli menetapkan harga jual.

“Ada pemesanan yang tiba tiba dibatalkan. Nah, yang dibatalkan itu lebih banyak disebabkan oleh ocean price tadi. Karena buyer sudah harus memperhitungkan biaya pengiriman yang sangat mahal itu, sehingga mereka nanti akan sulit untuk menjualnya,” terang Suwantik.

Dalam kondisi pandemi seperti sekarang tentunya kedua belah pihak mengharapkan solusi aman. Negosiasi terjadi apabila pemesanan belum terlalu lama di dalam gudang.

“Solusinya tentu kedua belah pihak ini mencari titik temu, semua pasti cari aman. Ada yang sepakat untuk meminta uang DP (Down Payment) dikembalikan setelah barang terjual ke buyer lain. Ada yang tidak jelas, mereka tidak mau tahu hanya ingin uangnya kembali," kata Suwantik.

"Saya membuka negosiasi itu untuk order (pesanan-red) yang belum lama. Ada juga yang sudah terlanjur diproduksi saya jual ke buyer lain, saya kembalikan uang DP-nya. Kalau tidak ya menunggu barangnya terjual,” imbuh dia.

Pembatalan pesanan secara tiba-tiba jelas menimbulkan banyak kerugian bagi perusahaan.

“Saya telah mengeluarkan biaya lebih dari 30 persen untuk biaya produksi, membayar karyawan yang disebut overhead cost. Kerugiannya modal, gudang menjadi penuh sehingga menghambat produksi, kami harus membayar hutang bank, dan risiko rusaknya barang jika terlalu lama di gudang,” keluh Suwantik. (Dina Indri/Putri Aryati)

(and_)