Ekonomi & Bisnis

Bank Indonesia Gelar Pelatihan Sertifikasi Halal bagi Pelaku UMKM-Soloraya

Ekonomi & Bisnis

29 Maret 2022 23:33 WIB

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo, Nugroho Joko Prastowo saat menyampaikan sambutan Pelatihan Pendampingan Proses Produk Halal (PPH) dalam rangka mendukung akselerasi sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro kecil se-Soloraya, Senin (28/03/2022). (Foto: Dok. solotrust.com/Wieda)

SOLO, solotrust.com – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Solo menggelar Pelatihan Pendampingan Proses Produk Halal (PPH) dalam rangka mendukung akselerasi sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro kecil se-Soloraya, Senin (28/03/2022).

Pelatihan Pendampingan Proses Produk Halal (PPH) bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) ini tidak lepas dari kian dekatnya Bulan Ramadan. Sebagaimana diketahui, pada momentum puasa banyak penjual takjil menjajakan dagangannya.



Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo, Nugroho Joko Prastowo, mengatakan produk bersertifikasi halal sangat penting karena berkaitan dengan dimensi religi dan ekonomi.

“Bicara tentang halal suatu produk itu bagi kami mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama adalah dimensi religius. Kita sebagai Muslim harus mengonsumsi semua produk halal karena itu dimensi ilahiyah, dimensi ibadah itu wajib kan. Kedua, ternyata barang-barang halal tadi yang sudah disertifikasi halal itu mempunyai dimensi ekonomis, kalau jualan lebih laku,” terangnya.

Produk bersertifikasi halal juga dinilai dapat mendorong ekspor yang berpengaruh pada ekonomi makro. Berdasarkan hal ini pemerintah menyusun Undang-Undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014.

“Meski juga ngomongin halal, ternyata kalau itu bisa mendorong ekspor, itu pengaruh ke ekonomi makro juga, pengaruh ke tugas kami juga. Nah, makanya pemerintah sadar hal ini, kemudian dilahirkanlah Undang-Undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Solo.

Kendati demikian, undang-undang yang berlaku lima tahun setelah diundangkan belum efektif karena belum siapnya Indonesia terkait infrastruktur kelembagaan, sehingga dialihkan pada transisi untuk makanan dan minuman yang sebelumnya selama lima tahun setelah 2019 menjadi 2024.

“Ternyata kita belum siap, termasuk juga infrastrukturnya, kelembagaannya, sehingga diperalihannya ada transisi yang tadi untuk makanan dan minuman di depan itu lima lima tahun setelah 2019, jadinya harus 2024,” lanjutnya. (Dela/Wieda)

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya