SOLO, solotrust.com - Masjid sebagaimana diketahui merupakan tempat ibadah umat Islam. Selain sebagai sarana ibadah, serambi masjid terkadang juga dimanfaatkan sebagian orang untuk melepas penat sejenak ketika menempuh perjalanan jauh.
Ngomongin soal masjid nih Gengs, di Kota Solo tercatat ada tiga masjid bersejarah, salah satunya Masjid Al-Wustho yang berada di kompleks Pura Mangkunegaran. Masjid tua yang berdiri di bilangan Jalan Kartini No.3, Ketelan, Kecamatan Banjarsari, Solo ini merupakan peninggalan Mangkunegara VI.
Jika mengulik sejarah, awalnya Masjid Al-Wustho tidak berada di kompleks Mangkunegaran, melainkan di Kampung Kauman. Setelah Mangkunegara IV naik tahta, ia memiliki gagasan untuk memindahkan masjid ke kawasan Mangkunegaran.
Pemindahan ini dimaksudkan agar mudah mengawasi para abdi dalem yang berada di Pura Mangkunegaran. Selain itu, jarak ke masjid juga lebih dekat untuk salat berjamaah.
Saat dijumpai solotrust.com, Seketaris Masjid Al-Wustho, Purwanto, menceritakan awalnya kepindahan Masjid Al-Wustho dimulai dari bangunan utama dan serambi masjid. Selanjutnya saat masa pemerintahan Mangkunegara VII, Masjid Al-Wustho untuk kali pertama dilakukan renovasi besar-besaran.
Masjid yang berada di sisi Barat Pura Mangkunegaran ini awalnya tidak bernama "Al-Wustho", melainkan Masjid Pura Mangkunegaran. Atas usul KH Imam Rosyidi, akhirnya Masjid Pura Mangkunegaran berganti nama menjadi Masjid Al-Wustho.
Purwanto pun menjelaskan alasan di balik penggantian nama ini. Disebutkan, pemberian nama Al-Wustho lantaran bangunan masjid terletak di tengah-tengah kota dan ukuran bangunan lebih kecil dari Masjid Agung Surakarta.
Bangunan Masjid Al-Wustho merupakan perpaduan tiga kebudayaan dunia, yakni Jawa, Eropa, dan Arab. Masjid megah yang ada di pusat kota ini hingga kini masih tetap mempertahankan arsitektur bangunan awalnya.
Nah, jika berkunjung ke masjid bersejarah ini, selain disambut ornamen kaligrafi pada gerbang utama masjid, kamu juga akan mendapati sebuah bedug besar yang sudah turun-temurun digunakan sebagai penanda waktu berkumandangnya azan.
“Akan tetapi di masa pandemi kali ini bedug tersebut hanya dibunyikan pada Hari Jumat, ditambah lagi petugas penabuh bedug sudah meninggal dunia. Dahulu bedug setiap hari dibunyikan sebagai penanda datangnya waktu salat,” kata Purwanto.
Masjid Al-Wustho ini pun hingga kini masih tetap mempertahankan tradisi Ramadan yang sudah berlangsung turun-temurun, salah satunya pengajian.
Selama bulan puasa, kegiatan di Masjid Al-Wustho diawali dengan pengajian Qabliyah Magrib sebelum dilakukan buka puasa bersama. Selain itu, pada malam Ramadan ke-16 digelar pengajian sirah nabawiyah, biasanya diikuti jemaah dari berbagai wilayah di Kota Solo. (Ghozi/Rizky)
(and_)