JAKARTA, solotrust.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi mengalami kekeringan meteorologis pada musim kemarau sehingga membutuhkan kesiagaan dari pemerintah pusat dan daerah.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan laporan kepada presiden perihal kondisi iklim dan kesiapsiagaan kekeringan 2024 sudah disampaikan agar mendapat atensi khusus pemerintah. Dengan begitu, risiko dan dampak ditimbulkan dapat diantisipasi dan diminimalisasi sekecil mungkin.
Mayoritas wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sudah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) sepanjang 21 hingga 30 hari atau lebih panjang. Selain itu, berdasarkan analisis curah hujan dan sifat hujan dilakukan BMKG, menunjukkan kondisi kering sudah mulai memasuki wilayah Indonesia, khususnya di bagian Selatan khatulistiwa.
"Sebagian wilayah Indonesia sebanyak 19 persen dari zona musim sudah masuk musim kemarau dan diprediksi sebagian besar wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara segera menyusul memasuki musim kemarau dalam tiga dasarian ke depan. Kondisi kekeringan ini saat musim kemarau akan mendominasi wilayah Indonesia sampai akhir Bulan September," paparnya, dilansir dari laman resmi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, bmkg.go.id.
Lebih lanjut, Dwikorita Karnawati menuturkan, kepada pemerintah daerah, BMKG merekomendasikan agar daerah yang masih mengalami hujan atau transisi dari musim hujan ke musim kemarau untuk dapat segera mengoptimalkan secara lebih masif upaya untuk memanen air hujan.
Pemanenan dapat dilakukan melalui tandon/tampungan air, embung, kolam retensi, sumur resapan, dan lain sebagainya seiring upaya mitigasi dampak kejadian ekstrem hidrometeorologi basah yang sedang dilakukan.
"Terkait pertanian, maka pola dan waktu tanam untuk iklim kering pada wilayah terdampak dapat menyesuaikan. Karenanya, BMKG akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan menteri pertanian dan gubernur provinsi terdampak," imbuhnya.
Dwikorita Karnawati mengungkapkan, BMKG berharap informasi peringatan dini kesiapsiagaan musim kemarau dapat dimanfaatkan secara efektif oleh pemerintah pusat dan daerah.
Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan hingga dasarian II Mei 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan indeks ENSO sebesar +0.21 atau dalam kondisi netral. Kondisi indeks ENSO sudah berada pada level netral selama dua dasarian dan diprediksi akan terus netral hingga periode Juni-Juli 2024.
Selanjutnya, pada periode Juli-Agustus-September 2024, ENSO Netral diprediksi akan beralih menuju fase La Nina lemah yang akan bertahan hingga akhir 2024. Fenomena La Nina lemah ini diprediksi tidak berdampak pada musim kemarau yang akan segera hadir. Sementara di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD Netral, namun ada kecenderungan beralih ke fase IOD Positif.
Melihat fakta itu, daerah dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah dengan kategori kurang dari 50mm per bulan perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dan antisipasi dampak kekeringan. Adapun daerah tersebut meliputi sebagian besar Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali dan Nusa Tenggara, sebagian Pulau Sulawesi, serta sebagian Maluku dan Papua.
Adapun dari hasil monitoring hotspot dilakukan dengan satelit, menunjukkan telah munculnya beberapa hotspot awal pada daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sehingga diperlukan perhatian khusus untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran di sepanjang musim kemarau.
"Memerhatikan dinamika atmosfer jangka pendek terkini masih terdapat jendela waktu sangat singkat yang bisa dimanfaatkan secara optimal sebelum memasuki peride pertengahan musim kemarau," ujar Ardhasena Sopaheluwakan.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca, Tri Handoko Seto, mengatakan berkaca dari hal itu, BMKG memberikan sejumlah rekomendasi teknis yang bisa dilakukan sebagai langkah mitigasi dan antisipasi.
Rekomendasi itu, di antaranya penerapan teknologi modifikasi cuaca untuk pengisian waduk-waduk di daerah berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau, membasahi dan menaikkan muka air tanah pada daerah rawan mengalami kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) atau pun pada lahan gambut.
BMKG berharap agar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Pertanian dapat memastikan koneksitas jaringan irigasi dari waduk ke kawasan terdampak kekeringan benar-benar memadai. Hal ini dirasa penting agar upaya modifikasi cuaca dapat terlaksana dengan efektif dan efisien dalam memitigasi potensi bencana kekeringan.
(and_)