Solotrust.com - Masyarakat akhir-akhir ini ramai membahas tentang anggaran program Merdeka Belajar Kampus Merdeka di media sosial X. Masalah ini awalnya karena terdapat rumor mengenai rencana penghentian program Kampus Merdeka. Alhasil, perbincangan meluas ke masalah anggaran.
Program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) menjadi salah satu yang banyak disorot. Dilansir dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), program IISMA mengeluarkan anggaran sebanyak Rp399.43 miliar. Anggaran IISMA ini memiliki nominal rupiah paling banyak daripada program Kampus Merdeka lain, seperti MSIB, Kampus Mengajar, Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Wirausaha Merdeka, dan Praktisi Mengajar.
Program IISMA sendiri adalah beasiswa dari Kemendikbudristek untuk mendanai mahasiswa Indonesia yang ingin belajar selama satu semester di universitas luar negeri. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap keragaman akademik dan budaya internasional.
Dengan anggaran paling besar, banyak masyarakat mengkritik dampak program IISMA. Menurut mereka, mahasiswa yang mengikuti program ini tidak memberikan dampak signifikan kepada masyarakat Indonesia.
Pengguna dengan akun @suka*** mengungkapkan, "Padahal IISMA sama PMM program yang minim dampak, tapi bertahan dengan anggaran besarnya. Angkatan kemarin kampus mengajar cukup sakit hati ngeliat bisanya PMM dapat pendanaan BBH lebih gede."
Pengguna lain, @Azvi***, berpendapat, "Rp400 miliar buat IISMA. Duit itu dipakai middle dan upper class jalan-jalan ke luar negeri selama satu semester. Rp 400 miliar bisa dipakai nyekolahin 4000 mahasiswa teknik di UGM sampai lulus dengan UKT termahal. Gue yakin 4000 mahasiswa itu impact-nya jauh lebih besar dibandingkan IISMA."
Sementara itu, pengguna @bll*** menyatakan, "Gue setuju sih, tapi kalau IISMA bubar. Living cost dan transport semahal itu nggak ngehasilin output jelas buat negara dan individu. Most of them, ikut IISMA ya buat jalan-jalan (berkedok studi) aja, kapan lagi coba keluar negeri fully funded by government."
"Bayangin, di tengah kondisi fiskal yang serba ngepas (apalagi IISMA ini dimulai di zaman COVID-19 yang ekonomi warga lagi babak belur), si menteri lebih memilih bikin program buang-buang duit untuk bayarin anak-anak upper class jalan-jalan ke luar negeri daripada menambah kuota KIP-K" ungkap @fmuc***.
"Paling nyesek lihat anak-anak yang ikut IISMA itu nggak antusias sama sekali dengan aktivitas knowledge transfer di universitas masing-masing, malah party-party nggak jelas bikin konten buat medsos," ujar akun @inb***.
Kritikan-kritikan itu masih bermunculan sampai sekarang. Masyarakat menilai mahasiswa yang mengikuti program ini hanya berdampak pada konversi sks dan kesempatan untuk ajang jalan-jalan gratis ke luar negeri. Masyarakat berpendapat anggaran IISMA seharusnya dapat dialihkan ke program yang lebih berdampak langsung ke dunia pendidikan. (Rosa Indria)
(and_)