SOLO, solotrust.com - Kampung Blangkon menjadi salah satu pusat industri pembuatan blangkon yang berada di wilayah Potrojayan, Kecamatan Serengan, Kota Solo.
Kisah penamaan kampung ini bermula dari Mbah Joyo, perajin blangkon daerah keraton yang berpindah tempat tinggal di Potrojayan sekira 1970-an. Mbah Joyo inilah yang menjadi pelopor perajin blangkon di kampung itu. Nama Kampung Blangkon resmi disematkan pada 1986.
Ketika mengunjungi Kampung Blangkon, pengunjung akan melihat blangkon-blangkon dijemur hampir di semua halaman rumah penduduk. Maklum saja, sebagian besar penduduk kampung itu adalah perajin blangkon.
Ketua Paguyuban Maju Utomo, Kampung Blangkon, Ananta Karyana, mengatakan terdapat lebih kurang 40 warga kampung itu memiliki pekerjaan sebagai perajin blangkon.
Model blangkon ditawarkan para perajin Kampung Blangkon tidak hanya model Solo saja, namun terdapat berbagai model blangkon dari seluruh daerah Indonesia, seperti Yogyakarta, Sunda, Betawi, dan daerah lainnya.
Banyaknya model blangkon dikuasai para perajin membuat pemesan datang dari berbagai daerah tak hanya dari Kota Solo. Seperti halnya Dzajuli (70) yang sudah menekuni pekerjaan sebagai perajin blangkon sejak 1975. Dia sering mendapatkan pesanan dari daerah Surabaya, Semarang, bahkan Jakarta.
"Dulu dari Jakarta, dari Surabaya, dari Semarang. Pokoknya yang (pesan) itu perias-perias, perias manten. Sampai sekarang," ujar Dzajuli, saat ditemui
solotrust.com baru-baru ini.
Tak seperti para perajin blangkon Kampung Belangkon lainnya yang menerima pesanan dan memasarkan blangkon ke pasar-pasar, Dzajuli hanya berfokus untuk menjual jasa atau pesanan saja. Sehingga para pemesan akan mengirimkannya kain untuk dijadikan blangkon.
Hal itu dia lakukan karena usianya yang sudah tidak muda lagi. Bahkan dalam sehari, dia hanya mampu mengerjakan enam buah saja.
“Ya, tapi karena saya tenaga tua, jadi ya tidak bisa banyak. Ya cuma dapet enam,” ungkap Dzajuli.
“Jadi kami sehari itu berapa jam kerja, dibagi enam aja,” lanjutnya.
Dalam proses pembuatannya, satu blangkon dapat memakan waktu sebanyak 15 menit hingga satu jam, sesuai jenis blangkon yang dibuat. Adapun untuk proses mencetak blangkon halusan butuh waktu satu jam lebih, sedangkan untuk jenis kasaran, perapatan memakan waktu sekira 15 menit. Selanjutnya untuk proses pengeringannya setelah tiga jam.
Pembuatan blangkon halusan dinilai lebih lama karena dalam proses pembuatannya, kain yang digunakan adalah kain utuh, tidak dipotong-potong seperti jenis blangkon kasaran dan perapatan. Sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk membentuk kain menjadi sebuah blangkon.
Seiring berkembangnya zaman, kini kebudayaan tradisional sudah mulai banyak ditinggalkan, seperti halnya blangkon yang sudah jarang digunakan. Para perajin blangkon pun berharap agar kerajinan penutup kepala ini lebih diperhatikan pemerintah. Salah satunya dengan meningkatkan industri pariwisata dan menjadikan blangkon sebagai suvenir khas Solo.
Para perajin blangkon di Kampung Blangkon bergabung ke dalam satu wadah organisasi, yakni Paguyuban Maju Utomo. Paguyuban ini menetapkan harga standar untuk produk kerajinan anggotanya, sehingga harga blangkon antarperajin akan sama. Harga yang mereka patok bervariasi bergantung jenis dan model blangkon, mulai dari Rp10 ribu hingga Rp170 ribu.
*) Reporter: Nur Indah Setyaningrum/Rimadhiana
(and_)