Hard News

Pengesahan RUU P-KS Molor, SPEK-HAM Gandeng Kementerian PPPA

Jateng & DIY

03 Januari 2019 04:03 WIB

Fitri, Manajer Divisi PPKBM SPEK-HAM. (solotrust-rum)

SOLO, solotrust.com - Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) optimistis pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) dapat tercapai tahun 2019 ini.

"Kita optimis bisa disahkan, ada pihak-pihak yang kita jaring untuk mendukung pengesahan RUU P-KS. Namun belum bisa memastikan kapan RUU P-KS ini dapat disahkan, karena masih ada tarik ulur di Prolegnas," tutur Fitri, Manajer Divisi PPKBM SPEK-HAM, saat ditemui solotrust.com di kantornya, Rabu (2/1/2019).



Menurutnya, jumlah kasus kekerasan meningkat 30 persen dari tahun 2017 ke tahun 2018. Karena semakin banyak orang memahami, semakin banyak yang melapor, dan kesadaran perempuan pun semakin meningkat.

Kata Fitri, segala upaya sudah dilakukan tahun kemarin karena ini adalah gerakan nasional dari beberapa daerah yang memberikan petisi untuk memohon kepada DPR RI segera melakukan pengesahan RUU P-KS.

Pihaknya bahkan melakukan beberapa strategi untuk memperjuangkan pengesahan tersebut. Karena ini inisiasi dari masyarakat, mau tidak mau, pihaknya harus menggandeng pemerintah. Salah satunya koordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) agar memahami pentingnya upaya ini dan mendorong pengesahan.

Sebelumnya, pada November 2018, digelar Konferensi Perempuan Timur yang dihadiri Menteri PPPA dan dipaparkan situasi di wilayah timur terkait persoalan kekerasan seksual. Lalu ditindaklanjuti pertemuan pada pertengahan Desember 2018, untuk penyerahan naskah akademik dan draf. Hasil pertemuan, pihak Kemen PPPA berkomitmen mendukung pengesahan RUU P-KS.

"Di tahun politik ini, kami pun melakukan strategi lain untuk memperjuangkan pengesahan RUU P-KS, seperti melalui dialog dengan para calon legislator," imbuhnya.

Upaya lain, pengawalan oleh Tim Local Leader, yang wilayah kerjanya lebih dekat dengan DPR RI. Di DPR RI ada ruang-ruang dialog dengan komisi. Karena SPEK-HAM di bawah Forum Pengada Layanan, komunikasi dan dukungan dari seluruh wilayah secara intensif terjadi. Tapi, otomatis ada tim di wilayah Pusat yang terus melakukan pengawalan.

"Mereka sudah mendatangkan tim ahli, tapi karena ada tarik ulur kepentingan masing-masing, DPR lebih fokus pada jaminan sosial, persoalan Haji dan lain-lain," paparnya.

Kendala lain adalah pemahaman atau perspektif DPR yang masih patriarki. DPR dinilai tidak memahami substansi lebih jauh, hanya memahami secara sekilas.

RUU P-KS dianggap akan melegalkan kekerasan seksual atau hubungan tidak sah. Padahal pihaknya fokus pada persoalan kekerasan seksual dan soal perlindungan. Tidak ada maksud mencampuri relasi atau menyinggung salah satu pihak. Karena ini kepentingan masyarakat umum khususnya perempuan.

Pihaknya mengakui, memang bila terkait soal kekerasan sebenarnya di dalam peraturan lain ada yang mengatur soal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sehingga RUU P-KS dianggap tidak mendesak atau bukan prioritas. Padahal bila ditilik kasus kasus kekerasan seksual semakin meningkat dan modus-modus semakin berkembang.

"Ini kalau tidak segera ditangani dalam satu jam paling tidak tiga perempuan mengalami kekerasan," tandasnya. (Rum)

(way)