SOLO, solotrust.com – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Solo memprediksi bakal meningkatnya kebutuhan sampah Kota Solo sepuluh tahunan mendatang. Hal ini menyusul dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Mojosongo, Solo yang diperkirakan akan beroperasi tahun depan.
PLTSa akan memerlukan 450 hingga 550 ton sampah per hari serta akan mengeruk dan menghabiskan sampah-sampah yang sudah menumpuk sejak TPA itu beroperasi 1987 silam. Kepala DLH Solo, Gatot Sutanto mengatakan, diperkirakan gunungan sampah akan habis dalam kurun waktu sepuluh tahun.
“Sepuluh tahun paling tidak gunungan sampah sudah habis, tahun depan [PLTSa] sudah mulai operasional, gunungan sampah sudah mulai dikurangi,” katanya, ditemui solotrust.com, Selasa (17/05/2022).
Usai gunungan sampah habis, setelahnya DLH memerkirakan Kota Solo akan mengalami defisit sampah untuk keperluan PLTSa. Adapun hingga hari ini, rata-rata TPA Putri Cempo menerima 300 ton lebih sampah per hari atau di bawah kebutuhan PLTSa sebesar 450 hingga 550 ton sampah per hari.
Data dihimpun solotrust.com, dalam tiga bulan terakhir, pada Maret TPA Putri Cempo menerima rata-rata 354 ton sampah per hari, 365 ton sampah per hari pada April, 340 ton sampah per hari hingga pertengahan Mei.
“Sampah yang masuk ke TPA itu, 300 ton per hari, itu kan ada selisih, itu nanti diambilkan sampah yang sudah menumpuk dari 1987 sampai sekarang yang sudah berbukit-bukit di sana, dikeruk, diayak, digunakan lagi,” terang.
Sementara, menurut Gatot Sutanto, pertumbuhan sampah di Kota Solo diperkirakan tak menaik drastis dalam kurun waktu tersebut. Sehingga, kemungkinan defisit sampah itu bakal dipenuhi dengan mengimpor atau meminta kiriman sampah dari wilayah lain.
Sampah dari wilayah-wilayah kota satelit Solo, seperti Kartasura, Solobaru, Colomadu, hingga Palur diperhitungkan untuk memasok sampah ke Solo sepuluhan tahun nanti. Hal itu, selain karena untuk memenuhi stok, juga mengefisiensi pengiriman sampah, di mana wilayah kota satelit itu secara geografis lebih dekat dengan Kota Solo.
Tak menutup kemungkinan, Solo juga mampu menampung sampah dari wilayah lain seperti Yogyakarta jika kemungkinan tersebut terjadi.
“Waktu perhitungan, diperkirakan sekitar sepuluh tahun, tetapi kita harus spelling (memerkirakan-red) jangan sampai sampah sepuluh tahun habis, kita baru cari [sampah]. Kemudian pertumbuhan sampah kelihatannya juga agak sedikit,” jelas Gatot Sutanto.
“Kita persiapkan sampah dari wilayah sekitar, seperti Colomadu (Karanganyar), Palur (Karanganyar), Solobaru (Sukoharjo), dan Kartasura (Sukoharjo), itu kalau dibuang di wilayahnya sendiri jauh, beberapa malah melewati Kota Solo. Atau malah Yogyakarta misalnya, karena jalur KA (kereta api) sudah baik, distribusinya nggak mengganggu kepadatan lalu lintas, tetapi kita lihat sepuluh tahun ke depan,” tukasnya.
Sementara itu, dihimpun dari laman resmi Kementerian Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat (PUPR), PLTSa Putri Cempo akan membutuhkan sebanyak 540 ton sampah per hari untuk kemudian dikonversi menjadi listrik dengan kapasitas output 5 MW. Proyek sedang dalam masa pembangunan ini dipegang PT Solo Citra Metro Plasma Power (PT SCMPP). (dks)
(and_)