SOLO, solotrust.com - Mencalonkan jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Solo membutuhkan modal sekira Rp500 juta hingga miliaran rupiah. Angka itu disampaikan salah seorang anggota dewan, Ginda Ferachtriawan dalam diskusi bertajuk "Legislator Muda, Apa Modalmu?" di salah satu gerai kopi kawasan Solo, Kamis (06/07/2023) malam.
Ia menyebut besaran nominal yang dikeluarkan tiap calon anggota legislatif (Caleg) berbeda-beda. Modal yang dikeluarkan biasanya untuk kegiatan-kegiatan bersama warga.
"Kalau biaya politik saya saat itu sekitar Rp180 juta. Ini tergolong rendah, kalau rekan-rekan yang lain bisa Rp500 juta sampai Rp1 miliar. Angka itu biasanya untuk kegiatan-kegiatan bersama warga," papar Ginda Ferachtriawan di hadapan audiens.
Biaya politik itu digunakan untuk berbagai kegiatan yang digelar semasa pencalonan dirinya. Namun, Ginda Ferachtriawan mengutarakan besarnya modal politik bergantung pada siapa calegnya.
Menurutnya, biaya politik di Solo relatif kecil karena jumlah penduduk kota ini tak terlalu banyak. Jangkauan suara pun tak terlalu sulit diraih oleh para caleg.
Selain Ginda Ferachtriawan, berkaca pada anggota DPRD Solo Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Antonius Yoga. Ia mengungkap modal politiknya semasa pencalonan hanya berkisar Rp12juta.
Tak dimungkiri, Antonius Yoga berangkat dari profesinya sebagai petugas satuan pengamanan (Satpam) salah satu rumah sakit swasta. Namun, modal itu cukup mengantarkannya menduduki kursi dewan.
Acara diskusi dihadiri para bakal calon legislatif (Bacaleg) muda ini digagas Komunitas Muda Visioner. Tak hanya membahas soal biaya politik harus dirogoh para calon legislator, acara ini membekali para bacaleg agar bergegas memikirkan modal-modal lain diperlukan.
Salah satu aktivis Komunitas Muda Visioner, Bambang Ary Wibowo, mengatakan bacaleg muda perlu memiliki beberapa poin agar namanya terpilih menduduki kursi dewan, mulai dari personal branding hingga program pendekatan dengan masyarakat. Ia juga mengajak para bacaleg untuk mulai memerhatikan isu-isu hangat yang terjadi di Kota Solo.
"Modal legislator salah satunya modal uang, kapital, tetapi angka itu bergantung masing-masing bacaleg. Bagaimana mengubah capital cost menjadi social cost. Kami mulai dengan diskusi kecil ini supaya anak-anak muda memulai kontrak politik sosial dengan masyarakat. (Seperti) ibu-ibu dengan PKK-nya, bapak-bapak dengan lingkungannya, isu-isu kan bisa dibuat. (pengenalan diri) dengan media sosial, dan sebagainya," ujar Bambang Ary Wibowo, saat diwawancarai awak media seusai acara.
Di lain sisi, ia mengungkap sudah saatnya generasi muda bergerak mewakili rakyat. Menurut Bambang Ary Wibowo, peluang mereka pun cukup tinggi. Menengok data jumlah pemilih muda pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 ada di kisaran 47.3 persen. Kategori ini masuk di rentang usia 17 hingga 40 tahun, gen Z dan milenial termasuk di dalamnya.
Kendati demikian, bacaleg muda bisa saja tak dilirik bila tak mengenalkan dirinya. Untuk itu, bacaleg perlu memiliki pemikiran-pemikiran kreatif.
"Pengalaman bisa diperoleh dari berlatih, learning by doing. Mereka harus ada kepekaan, berani out of the box. Kalau mereka tidak berani keluar dari kebiasaan, apa bedanya caleg satu dengan yang lain. Harus ada yang unik, bisa jadi perannya bukan antarpartai politik, tapi dengan temannya sendiri," urainya.
Mengamati para bacaleg muda yang hadir, Bambang Ary Wibowo mengungkap beberapa sudah berpikir jauh ke depan, namun beberapa lainnya masih belum menunjukkan langkahnya. (riz)
(and_)