SOLO, solotrust.com – Pengunjung Museum Radya Pustaka kian meningkat seiring pandemi Covid-19 memasuki level 1 di Kota Solo. Kendati demikian, pihak museum tetap menggencarkan upaya promosi agar pengunjung semakin banyak berdatangan.
Kurator Koleksi Museum Radya Pustaka, Bristian Agus Harianto, berbagi cerita pada solotrust.com, Sabtu (02/07/2022). Menurutnya, pengunjung datang dengan berbagai kepentingan.
“Alhamdulillah setelah pandemi ini, walaupun masih level satu di Kota Solo, tapi kunjungannya semakin meningkat. Per hari kurang lebih 50-an pengunjung datang ke Museum Radya Pustaka. Pengunjung yang datang tidak hanya melihat koleksi-koleksi saja, ada juga yang dari luar daerah datang ke sini untuk penelitian atau mencari-cari buku naskah-naskah kuno,” papar Bristian Agus Harianto.
Meningkatnya pengunjung ini juga terjadi saat masa liburan sekolah tiba. Banyak dari kalangan pelajar berdatangan untuk melihat koleksi maupun mengerjakan tugas dari sekolah tentang museum dan koleksinya.
Namun, seiring bertambahnya pengunjung tidak serta merta promosi dari museum dihentikan. Sebaliknya, promosi terus digencarkan.
“Promosi kami tetap. Kami promosi, tapi sebatas melalui media sosial dan web. Tahun kemarin pas sepi-sepinya itu kami buat virtual tour. Ada di radyapustaka.id bisa dibuka itu, itu ada pameran virtual kita," beber Bristian Agus Harianto.
"Itu bahkan kami tidak hanya mempromosikan dan memamerkan koleksi di Museum Radya Pustaka, tapi ada sekitar delapan museum yang ada di Kota Solo. Selain itu kami juga buat baliho untuk promosi. Kami di exit tol itu ada kemarin lima titik atau tiga titik. Itu di exit tol Soloraya,” jelasnya.
Bristian Agus Harianto menambahkan, promosi ini tidak hanya ditujukan bagi kaum muda saja, namun juga untuk orangtua.
Promosi dalam rangka meningkatkan jumlah pengunjung ini juga dimaksudkan untuk memperlihatkan sisi menarik dari koleksi maupun Museum Radya Pustaka sendiri.
“Masterpiece-nya itu Canthik Kyai Rajamala. Bahkan, museumnya sendiri ini sebenarnya menarik karena bangunan ini juga menjadi koleksi dan cagar budaya. Bentuknya kan masih zaman kolonial. Itu menariknya di situ,” tukas Bristian Agus Harianto. (mega/lila)
(and_)