Serba serbi

Disabilitas juga Bisa Bekerja: Sunyi dari Perbedaan dan Diskriminasi

Serba serbi

08 September 2023 13:49 WIB

Ilustrasi (Foto: Pixabay/StockSnap)

Solotrust.com – Berdasarkan survei dilakukan Jajak Pendapat (Jakpat) pada 2022 didapatkan 47 persen masyarakat yang senang mengonsumsi minuman kekinian berada pada rentang usia 25 sampai 29 tahun. Jumlah ini disusul Gen-Z sebanyak 45 persen pada usia 15 sampai 19 tahun.

Hal itu seakan membuktikan generasi saat ini sangat menggemari budaya nongkrong. Melihat fenomena ini pula memancing para pelaku usaha berlomba mendirikan café berbentuk franchise sehingga memungkinkan untuk ditemukan dimana-mana.



Nongkrong dan minum kopi menjadi salah satu asupan wajib bagi sebagian besar orang. Hal ini menjadi ritual wajib yang diciptakan sebagai dorongan dalam melakuakn sesuatu. Bahkan, ada istilah sempat tren di kalangan penikmat kopi, yakni “No Coffe, No Workee.” Artinya, budaya minum kopi dan nongkrong menjadi hal wajib bagi sebagian orang dalam memancing ide-ide dalam bekerja.

Bukan hanya melihat dari segi rasa minuman dan harga saja, customer alias pelanggan sering kali melihat dari estetika tempat agar dapat digunakan sebagai spot berswa foto. Coffeshop dengan konsep klasik, modern, temporer, bahkan art dan absurd sudah mulai merajai panggung. Namun, pernah nggak sih terpikir di benak kalian tempat yang sudah se-Instagramable tersebut dilayani sama teman-teman disabilitas?

Jangan salah, ternyata ada loh café yang dengan  sukarela memberi ruang untuk mereka bisa bekerja. Onnie House Surabaya merupakan salah satu kafe mempekerjakan pengidap down syndrome, yakni Charlene Moeljono (19) yang baru-baru ini menjadi ramai diperbincangkan.

Awal mula kisah ini viral ketika ada TikTokers mem-posting kegiatan Charlene saat melayani pelanggan. Ternyata video itu menarik atensi banyak orang untuk datang ke café tersebut.

Jauh sebelum cafe ini viral, terdapat beberapa tempat serupa sudah memberikan ruang bagi disabilitas. Sebut saja Kopi Tuli (Koptul). Sesuai namanya, semua pelayan cafe ini diisi penyandang tunarungu.

Inisiator dari Koptul sendiri ada tiga orang. Mereka semua merupakan penyandang tunarungu (tuli). Alasan membuka bisnis ini agar membantu yang senasib untuk mendapatkan kesetaraan dalam bekerja. Koptul sendiri pelopor coffeshop dengan pelayan disabilitas tunarungu di Jakarta.

Sunyi House of Coffee and Hope merupakan contoh lain dari café yang mempekerjakan para difabel tuli dan tuna daksa. Café didirikan sejak April 2019 ini merupakan representasi dari bentuk kepedulian ruang bebas terhadap mereka yang berkebutuhan khusus.

Sunyi bukan berarti memiliki tempat hening dan sepi, namun kita masih dapat mendengar alunan musik lembut. Sunyi di sini lebih sebagai simbol para penyandang disabilitas ingin ‘sunyi dari perbedaan dan diskriminasi’.

Sebenarnya, coffeshop seperti ini perlu nggak sih diperbanyak sebagai pembentukan ruang ramah difabel? Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, menyampaikan dukungan penuh terhadap kemandirian ekonomi dan kesetaraan bagi para penyandang disabilitas, tertuang pada UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Ia juga menyampaikan, meski di tengah keterbatasan yang ada, para penyandang disabilitas tidak menyerah dan terbukti dapat mengelola usaha sendiri. Ini yang perlu dikolaborasikan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Penulis : Alan Dwi Arianto

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya