Solotrust.com – Serangan bombardir zionis Israel masih terus bergulir ke Kota Gaza, Palestina. Terhitung sudah 25 hari serangan Israel ke wilayah tersebut tanpa henti, korban pun banyak berjatuhan.
Kementerian Kesehatan Gaza menyebut sejak 7 Oktober hingga Selasa (31/10/2023), korban akibat serangan brutal Israel menyentuh angka lebih dari 8.500 jiwa dengan lebih dari 3.500 jiwa merupakan anak-anak.
Tak sedikit negara menyerukan gencatan senjata, mengingat apa yang dilakukan Israel merupakan sebuah genosida. Kendati demikian, hal itu tak membuat gentar Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu untuk terus melakukan serangan brutal. Bahkan, serangan itu sudah memasuki camp pengungsian terbesar berlokasi di Gaza Utara, Jabalia.
Direktur RS Indonesia, Dr Atef Al-Kahlot, mengungkapkan jumlah awal korban syahid dan terluka dalam serangan pendudukan di Jabalia adalah 400 orang.
Sampai saat ini pencarian korban masih dilakukan dengan menyisir reruntuhan bangunan di Jabalia. Dr Atef Al-Kahlot menekankan perlunya penambahan penyediaan bahan bakar untuk melanjutkan pekerjaan yang akan diperlukan rumah sakit.
"Kehabisan bahan bakar akan menyebabkan bencana kemanusiaan dan kami menyerukan pembukaan penyeberangan Rafah untuk membantu korban luka. Sebagian besar korban meninggal dan terluka mengalami luka serius, mengindikasikan penggunaan berbagai jenis senjata," jelasnya saat konferensi pers, dikutip dari sebuah sumber.
Menarik jauh ke belakang, Jabalia merupakan sebuah wilayah padat penduduk yang sudah dijadikan camp pengungsian sejak perang Israel pada 1948. Korban syahid kemungkinan akan terus bertambah akibat yang tiada henti dari negara zionis itu.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyerukan adanya perlindungan terhadap masyarakat yang terperangkap pada konflik tersebut. Ia menyatakan perlu adanya perilaku proporsional dan tindakan pencegahan oleh semua pihak.
"Hukum humaniter internasional menetapkan aturan jelas yang tidak dapat diabaikan. Ini bukan menu a la carte dan tidak dapat diterapkan secara selektif," pungkas Antonio Guterres. (Alan Dwi Arianto)
(and_)