Solotrust.com – Wacana demonstrasi persatuan warga Pati resmi terlaksana pada Rabu (13/08/2025) di area Alun-alun Kabupaten Pati. Demonstrasi ini berhasil mengumpulkan sekira 100 ribu relawan massa aksi.
Tuntutan utama dari kegiatan turun ke jalan adalah desakan agar Sudewo mundur dari jabatan bupati Pati. Tuntutan ini dilatarbelakangi berbagai keputusan kontroversial sang kepala daerah, termasuk menaikkan PBB-P2 sebesar 250 persen. Masyarakat Pati menilai Sudewo bersikap arogan dan semena-mena terhadap warga.
Demonstrasi berjalan intens pada pukul 10.45 WIB. Massa berhasil menduduki Gedung DPRD Pati dan meminta bupati keluar menemui masyarakat.
Permintaan itu sempat diabaikan Sudewo, sehingga menimbulkan kericuhan. Massa aksi kecewa bupati Pati tak segera keluar dan memutuskan melempar benda tumpul beserta botol air mineral. Kericuhan ini kemudian diamankan aparat dengan menembakkan gas air mata dan penyemprotan meriam air.
Sikap aparat ini justru membuat perlawanan warga Pati semakin ganas. Alhasil, terjadi aksi saling balas antara aparat keamanan dan massa aksi.
Melihat situasi semakin panas, Bupati Sudewo akhirnya memutuskan mendatangi massa aksi di depan kantornya sekira pukul 12.16 WIB.
Ia terlihat menaiki kendaraan mobil Baracuda milik aparat polisi. Selanjutnya, Sudewo muncul dari dalam mobil dan meminta maaf kepada masyarakat Pati serta berjanji akan bekerja lebih baik lagi.
“Saya mohon maaf,” ungkap Sudewo di hadapan massa aksi.
Tak lama setelah itu, massa aksi kembali ricuh hingga melempari sang bupati dengan berbagai barang, seperti botol air mineral, alas kaki, dan barang lainnya. Seorang ajudan Sudewo tampak maju ke depan untuk melindungi serta menangkis lemparan dengan menggunakan tameng.
Tak hanya itu, polisi pun turut maju memberi perlindungan. Sudewo kemudian kembali masuk ke dalam mobil dan menutup Kantor Bupati. Akibat kericuhan ini, polisi berhasil mengamankan sebelas orang diduga menjadi provokator dalam aksi demo.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng), Kombes Artanto, menyatakan sebelas orang diamankan serta dalam proses pemeriksaan pihak kepolisian.
“Saat ini kami berhasil mengamankan sebelas orang provokator demo bupati Pati. Kami sedang melakukan pendataan dan dilakukan pemeriksaan,” ungkapnya, dikutip dari sebuah sumber.
Dalam kerusuhan itu, satu mobil dinas polisi turut terbakar di tengah jalan, tepatnya di lokasi aksi depan gedung DPRD Pati dan Kantor Bupati Pati. Kisruh Kabupaten Pati menarik perhatian khusus pemerintah pusat.
Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia (Mensesneg RI), Prasetyo Hadi, menyatakan pemerintah pusat segera bertindak melakukan monitor berkala terhadap pihak-pihak terkait, seperti bupati Pati, gubernur Jawa Tengah, dan DPRD Pati untuk langkah tegas selanjutnya.
“Kami selaku pemerintah pusat menaruh perhatian, memohon semua pihak menahan diri. Pak bupati secara personal kami memonitori, juga dengan pak gubernur Jawa Tengah. Kami juga sudah memonitori DPRD untuk melaksanakan tugasnya. Kami juga imbau kebijakan untuk masyarakat harus hati-hati ke depannya,” kata Prasetyo Hadi kepada awak media.
Menindaklanjuti kasus ricuh Bupati Pati, DPRD Kabupaten Pati segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pemakzulan Bupati Sudewo. Rapat pansus terjadwal pada Kamis (14/08/2025) di ruang Badan Anggaran (Banggar) Gedung DPRD Pati.
Pembahasan utama adalah tuntutan demonstrasi yang berakhir ricuh pada Rabu (13/08/2025), yakni terkait hak angket pemakzulan bupati Pati dengan mempertimbangkan berbagai rentetan keputusan kontroversial Bupati Sudewo.
Menanggapi tuntutan pemakzulan atas dirinya, Bupati Sudewo menolak untuk turun dari kursi jabatannya. Ia bersikukuh telah dipilih secara konstitusional oleh rakyat Pati.
“Kalau saya dipilih oleh rakyat secara konstitusional, secara demokratis, jadi tidak bisa saya harus berhenti dengan tuntutan itu. Semua ada mekanismenya,” tolak Sudewo di Pendopo Kabupaten Pati, Rabu (13/08/2025).
Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menjelaskan kepala daerah dapat dimakzulkan jika terbukti melanggar sumpah dan janji jabatan, sekalipun telah dipilih oleh rakyat. Hal ini didasarkan pada Pasal 78-79 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Tahapan pemberhentian kepala daerah dimulai dari penyelidikan yang dilakukan oleh DPRD terhadap kebijakan kepala daerah melalui hak angket. Usulan harus dihadiri paling sedikit tiga perempat jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit dua pertiga jumlah anggota DPRD yang hadir,” kata Muhammad Khozin, Kamis (14/08/2025), dikutip dari sebuah sumber.
Kini masyarakat Pati sedang menunggu hasil rapat hak angket pemakzulan bupati oleh DPRD. Mereka berharap tuntutan masyarakat bisa didengar, termasuk Sudewo turun dari jabatannya.
Langkah masyarakat Pati juga mendapat dukungan dari berbagai kalangan di media sosial. Muncul banyak harapan, Pati menjadi langkah awal perlawanan terhadap pemerintahan tak kompeten di Indonesia. (Eka Ririn Marantika/Salma Arezha/Siti Latifah)
*) Berbagai Sumber
(and_)