SOLO, solotrust.com - Antusiasme masyarakat akan pasar modal ternyata semakin meningkat menjelang akhir semester pertama tahun 2018 ini.
Hal itu diungkap oleh Kepala BEI Kantor Perwakilan Solo, Wira Adi Brata pada media di Soga Resto Solo, Jumat (26/5/2018).
Dibanding tahun-tahun sebelumnya, menurutnya kondisi pasar modal saat ini lebih banyak dikuasai oleh investor domestik. Pihaknya mengaku tidak terlalu khawatir seperti tahun-tahun sebelumnya, karena tahun ini jumlah investor domestik lebih dominan daripada investor asing.
"Baru tahun ini investor lokal berhasil menguasai pasar modal. Dari saham yang beredar sebanyak Rp 3.744 triliun, jumlah aset investor domestik mencapai 51 % lebih atau Rp 1.924 triliun dan investor asing di angka 1.820 triliun," paparnya.
Adapun jumlah total investor secara nasional sebanyak 700 ribu. Per April 2018, jumlah investor di Jawa Tengah dengan total 33 kota/kabupaten terdapat 63.030 investor. Dari angka itu, di wilayah eks karesidenan Surakarta dengan 7 kab/kota tercatat 31 % atau 19.754 SID (jumlah investor fix).
Melihat tren jumlah investor di Solo juga terus meningkat, pihaknya rutin mengadakan sekolah pasar modal di gedung kantor BEI Kpw Solo. Jadwal sekolah pasar modal yang selama ini 2 kali sebulan, ditambah menjadi 5 kali sebulan akibat tingginya minat masyarakat.
"Di Solo total ada 21 sekuritas dan dari jumlah itu sebanyak 12 sekuritas sudah berpartisipasi sekolah pasar modal," imbuhnya.
Sejak pertama digelar pada Februari 2018, sebanyak 307 orang telah ikut sekolah pasar modal. Melihat banyaknya animo tersebut, ia berencana membuat grup investor Solo dengan kegiatan kumpul rutin 3 bulan sekali dengan mendatangkan ahli yang berkompeten.
Menurutnya, penting bagi masyarakat untuk memahami pasar modal dan investasi. Apalagi, banyak masyarakat yang selama ini mengira investasi sama dengan asuransi. Padahal berbeda, investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk memperoleh keuntungan.
Ia menilai, dengan pengetahuan terkait pasar modal dan investasi, masyarakat bisa menyadari manfaatnya untuk menghadapi inflasi. Sebab inflasi merupakan musuh bersama yang terus menggerogoti mata uang. Ia mencontohkan, harga beras pada 2011 di angka Rp 7.600 menjadi Rp 12.800 pada 2017. Selama 5 tahun, inflasi beras mencapai 70 % atau naik 14 % rata-rata per tahun.
"Bagi masyarakat yang pendapatannya tidak tetap, kenaikan harga ini terasa sekali. Maka, berinvestasi di pasar modal menjadi salah satu strategi jitu untuk menghadapi inflasi atau kenaikan harga barang," pungkasnga. (Rum)
(wd)