JAKARTA, solotrust.com – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru akan diimplementasikan pada 2026.
Pernyataan Mahfud ini sekaligus membantah kritikan KUHP baru disahkan untuk melindungi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Nyatanya, KUHP itu baru akan diimplementasikan ketika Jokowi sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden.
Hal itu diungkapkan Mahfud MD saat Sosialisasi KUHP bertajuk "Kenduri KUHP Nasional" digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di Gedung Prof Soedarto SH Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/01/2023).
"Ada yang mengkritik masalah kebebasan berekpresi, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan menulis berita, dan masalah ancaman pidana bagi orang yang menghina kepala negara," kata Mahfud MD dalam siaran pers diterima solotrust.com.
Terkait itu, jelas dia, ada dua hal perlu digarisbawahi. Pertama, sejak dulu ketentuan hukum pidana untuk orang yang menghina dan memfitnah presiden sudah ada hukum pidananya.
Kedua, jika hal itu ditujukan kepada Presiden Jokowi, KUHP baru itu justru tidak berlaku untuknya. Hal ini dikarenakan KUHP baru diimplementasikan tiga tahun lagi atau 2026.
"Sedangkan Presiden Joko Widodo sudah akan berakhir masa jabatannya pada 20 Oktober 2024," ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Mahfud MD pun bercerita sesungguhnya Presiden Jokowi pernah menyampaikan kepadanya, jika ketentuan pasal menghina presiden dihukum atau tidak, sesuatu yang tidak penting baginya pribadi.
Hal tersebut karena diakuinya setiap hari pun merasa sudah dihina, tapi dirinya tidak pernah menggugat. Artinya, Presiden Jokowi telah menegaskan jika KUHP baru dibuat semata-mata untuk masa depan negara.
Presiden Joko Widodo resmi menandatangani Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP pada 2 Januari 2023. Dengan demikian, beleid hukum pidana terbaru itu akan menggantikan KUHP yang merupakan warisan kolonialisme Belanda.
KUHP terbaru terdiri atas 37 bab, 624 pasal, dan 345 halaman. KUHP baru juga terbagi dalam dua bagian, yakni bagian pasal dan penjelasan.
Menurut Mahfud MD, pemerintah akan terus melakukan sosialisasi terkait KUHP baru. Harapannya dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya penerapan KUHP.
Sementara saat yang sama, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward OS Hiariej, menyatakan setidaknya ada lima misi KUHP Nasional.
"Pertama adalah dekolonialisasi. Dekolonialisasi diterjemahkan sebagai upaya untuk menghilangkan nuansa-nuansa kolonial yang ada di dalam KUHP lama," kata Edward.
Hal itu setidaknya tersaji dalam buku kesatu KUHP Nasional baru saja disahkan yang tidak hanya berorientasi pada kepastian semata, namun juga pada keadilan dan kemanfaatannya.
Ketika hukum positif itu bertentangan dengan keadilan, hal yang harus diutamakan adalah keadilan.
"Dekolonialisasi lain yang kita lihat dari KUHP yang baru itu juga ada kebaharuan dalam pidana dan pemidanaan yang mana, meskipun pidana penjara merupakan pidana pokok, tapi dia bukan yang utama," jelas Edward.
Kedua, misi KUHP baru adalah demokratisasi.
"Bahwa tidak benar kalau dikatakan KUHP yang baru itu bertentangan dengan demokrasi," tegas dia, seraya menambahkan KUHP itu pun tidak mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Hal itu dikarenakan, rumusan pasal tindak pidana dalam KUHP sesuai konstitusi dan pertimbangan hukum dari putusan MK atas pengujian pasal-pasal KUHP terkait.
Ketiga adalah konsolidasi penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan rekodifikasi
Keempat, harmonisasi. Diketahui bersama, banyak sekali undang-undang sektoral jumlahnya lebih kurang 200 yang diharmonisasikan dengan KUHP baru.
"Kelima, misi KUHP itu adalah modernisasi," tambah Edward.
Hal itu menegaskan modernisasi ini tidak terlepas dari paradigma hukum pidana modern yang tidak lagi berorientasi hukum sebagai pembalasan. Sementara KUHP baru mengedepankan keadilan.
Menambahkan hal disampaikan Mahfud MD dan Edward, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen IKP Kominfo), Usman Kansong, mengatakan pihaknya akan melakukan berbagai cara untuk menyosialisasikan KUHP yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 Januari 2023. Misalnya melalui dialog publik memanfaatkan berbagai media, seperti media arus utama, media sosial (Medsos) hingga seni pertunjukan rakyat.
"Kami juga berdayakan penyuluh informasi publik di daerah-daerah untuk menyosialisasikan RKUHP pada waktu itu," katanya.
Usman Kansong pun mengungkapkan, berdasarkan hasil monitoring di media sosial dilakukan Kemkominfo, pembahasan terkait KUHP hasilnya positif.
"Data yang kami peroleh sekitar 92 persen, komunikasi publik melalui media sosial tone-nya positif," ungkapnya.
Kendati demikian, terang Usman Kansong, media arus utama, khususnya media asing diakuinya menunjukkan hasil sebaliknya. Sebanyak 82 persen bernada negatif, di antaranya adalah media asing yang menyoroti terkait pasal kohabitasi atau perzinaan. Sementara pemberitaan di media nasional cenderung negatif adalah terkait kebebasan pers.
"Saya pun menyampaikan bahwa tidak ada hal yang spesifik terkait dengan pers yang diatur di dalam KUHP. Artinya, kalau ada persoalan dengan pers, maka yang kita pakai adalah Undang- undang Pers No 40 Tahun 1999," kata Usman Kansong.
Oleh karena itu, tegas dia, dalam kurun waktu tiga tahun ke depan Kementerian Kominfo bersama Kemenko Polhukam dan Kementerian Hukum dan HAM akan terus memberikan pemahaman tuntas kepada masyarakat terkait KUHP baru.
Kenduri KUHP Nasional turut dihadiri Rektor Universitas Diponegoro Prof Dr Yos Johan Utama, anggota Komisi III DPR Arsul Sani, dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Prof Barda Nawawi Arief. (John/TR/VR)
(and_)