SUKOHARJO, solotrust.com - Menjelang pendaftaran calon bupati dan wakil bupati, dinamika politik berkembang cepat. Di Kabupaten Sukoharjo, potensi jago tunggal melawan kotak kosong semakin menguat.
Menanggapi hal itu, praktisi hukum Badrus Zaman bilang, memilih kotak kosong tidak melanggar hukum. Kotak kosong merupakan amanat demokrasi.
"Kalau melihat hal-hal yang tidak normal, termasuk ada dugaan pasangan calon partai politik (paslon parpol) memaksakan ada kotak kosong, lawan. Kalau perlu, pilih saja kotak kosongnya. Kotak kosong itu juga amanat demokrasi berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," terangnya, Sabtu (24/08/2024).
Lebih lanjut, Badrus Zaman mengutarakan, pascaputusan MK tentang ambang batas pencalonan kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), institusi ini sebenarnya telah membuka ruang luas bagi parpol yang sebelumnya terhambat batasan perolehan jumlah kursi legislataif. Menurutnya putusan MK itu secara nyata juga membuka ruang koalisi bagi parpol yang tidak mempunyai kursi legislatif.
"MK memutuskan, syarat perolehan suara parpol untuk mendaftarkan calon kepala daerah disamakan dengan syarat calon perseorangan," terang Badrus Zaman.
Sayangnya, kata dia, saat ini yang terjadi justru banyak parpol memiliki kursi legislatif tidak mempunyai cukup nyali untuk bertarung mencalonkan kader terbaiknya maju ikut kontestasi pilkada. Di lain sisi, saat ini masih banyak calon kepala daerah memakai taktik 'membeli' dukungan partai.
"Dengan taktik seperti itu, calon ini berharap menang mudah melawan kotak kosong. Untuk itu, kami berharap masyarakat cerdas menentukan pilihannya saat hari H pencoblosan nanti," pungkas Badrus Zaman. (nas)
(and_)