Pend & Budaya

Disdikbud dan Harpi Melati Boyolali Gelar Lomba Rias Pengantin Khas Wahyu Merapi Pacul Goweng

Pend & Budaya

16 Juli 2025 18:01 WIB

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Boyolali bekerja sama dengan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (Harpi) Melati Boyolali menggelar Lomba Rias Wahyu Merapi Pacul Goweng, Selasa (15/07/2025)

BOYOLALI, solotrust.com – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Boyolali bekerja sama dengan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (Harpi) Melati Boyolali menggelar Lomba Rias Wahyu Merapi Pacul Goweng, Selasa (15/07/2025). 
 
Lomba berlangsung di Museum R Hamong Wardoyo Boyolali diikuti 23 peserta perias pengantin dari berbagai wilayah. Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Boyolali, Eko Sumardiyanto, menjelaskan lomba ini tak hanya bertujuan memeriahkan museum, namun juga menjadi media untuk memperkenalkan tata rias khas Boyolali kepada masyarakat luas.
 
“Harapan kami, tata rias ini bisa lebih dikenal masyarakat sehingga saat ada hajatan pernikahan, masyarakat bisa mengaplikasikan Rias Wahyu Merapi Pacul Goweng yang merupakan ciri khas budaya lokal Boyolali,” harapnya.
 
Penasihat Harpi Melati Boyolali, Cetti Nuraini Sukarno bilang, lomba ini sebagai bentuk nyata pelestarian budaya daerah yang perlu digaungkan ke tingkat nasional.
 
“Saya sangat mendukung dan mengapresiasi adanya lomba ini. Budaya seperti Rias Wahyu Merapi Pacul Goweng ini harus terus dilestarikan dan diperkenalkan ke seluruh wilayah Indonesia,” katanya.
 
Cetti Nuraini Sukarno menjelaskan, Rias Wahyu Merapi Pacul Goweng merupakan tata rias dan busana pengantin khas Boyolali, terinspirasi dari kisah pada masa Perang Diponegoro (1825–1830), berdasarkan literatur tata rias pengantin khas Boyolali.
 
"Wahyu Merapi Pacul Goweng, busana tersebut bermula dari kisah seorang prajurit yang hendak menikah di wilayah Stabelan, Kecamatan Selo karena tidak diperbolehkan mengenakan busana Mataraman yang menyerupai raja," ungkapnya. 
 
Sementara mempelai wanita memakai gelung tekuk dengan kebaya sederhana, jarik Sidomukti, bunga kinasih, bangun tulan dironce, serta paes hitam tanpa alas kaki. 
 
Warga setempat kemudian menyebut tampilan unik itu dengan nama Pacul Goweng. Pasalnya, tampilan blangkon dipadukan dengan topi berlubang menyerupai pacul (cangkul) yang sudah aus. 
 
Pemerintah Kabupaten Boyolali berharap kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya lokal di tengah arus modernisasi. (jaka)

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya