Hard News

Awas! Berkerumun Saat Pilkada, Ini Ancamannya

Sosial dan Politik

10 September 2020 09:59 WIB

Ilustrasi kerumunan massa saat pemilu di Malawi yang mengabaikan protokol kesehatan, Mei 2020 (Foto: VoA)

JAKARTA, solotrust.com - Ada dua sanksi dalam tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada), yakni bersifat administratif dan pidana. Demikian diungkapkan Ketua Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), Abhan.

”Sanksi yang sifatnya administratif itu murni menjadi kewenangan Bawaslu dan juga bersama KPU. Jadi sanksi administrasi ini bisa berupa teguran atau menghentikan proses yang dilakukan oleh pasangan calon nantinya,” ujar Ketua Bawaslu,saat menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti rapat terbatas (Ratas) secara online alias dalam jaringan (Daring)baru-baru ini.



Abhanmenjelaskan sanksi administratif sifatnya administrasi bisa teguran maupun saran perbaikan ataupun menghentikan sebuah proses yang sedang berjalan. Terkait persoalan protokol kesehatan, pihaknyamenyebut dalam Undang-Undang Pilkada tidak mengatur mengenai sanksi pidana dalam soal protokol kesehatan. Sanksi administratif diatur di PKPU, namunterkait sanksi pidana tidak diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016.

Menurut Abhan, dalam pilkada ada undang-undang lain di luar Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 yang bisa diterapkan manakala ada pelanggaran-pelanggaran terkait tahapan pilkada.Sanksi pidananya ketika ada pelanggaran protokol kesehatan, Abhan menyebut ada undang-undang, misalnya di KUHP Pasal 212.

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seseorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberikan pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat dengan pidana paling lama satu tahun,” 

"Atau di Pasal 218, barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana paling lama empat bulan.” 

”Ada juga di Undang-undang Nomor 6 tahun 2018, yaitu soal tentang karantina kesehatan yang dalam Pasal 93 menyebutkan setiap orang yang tidakmematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan maksimal dipidana satutahun dan ada juga di Undang-undang No. 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular,” imbuh Ketua Bawaslu.

Jikaada kerumunan, Abhan menyebut harus bersama-sama yang punya kewenangan untuk bisa membubarkan kerumunan massa ketika masa tahapan-tahapan pilkada.

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, menyebutkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah tidak mengubah metode kampanye, tidak dibatalkan. Ketentuan itu masih tertuang di dalam undang-undang.

”KPU tentu tidak bisa menghilangkan metode-metode kampanye yang telah disebutkan di dalam undang-undang. KPU kemudian mengatur seluruh metode kampanye yang diperbolehkan oleh undang-undang itu harus dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan pencegahan penularan penyebaran virus Covid-19,” jelas Arief.

(redaksi)

Berita Terkait

Berita Lainnya