SOLO, solotrust.com - Kasus salah ketik dalam petikan putusan hakim Mahkamah Agung (MA) atas vonis kasus penipuan dengan terdakwa seorang aparatur sipil negara (ASN) pemerintah Kota Solo berinisial SK (54) menghebohkan dunia hukum.
Dalam putusan MA Nomor 1096 K/Pid/2022 ditandatangani Ketua MA, M Syarifuddin pada 18 Januari 2023, terdakwa SK divonis dua tahun penjara tertulis laki-laki, padahal berjenis kelamin perempuan.
Salinan putusan itu juga ditandatangani Panitera Muda Pidana Umum, Yanto. Fakta tersebut disampaikan kuasa hukum terdakwa, Joko Haryadi saat berbincang dengan awak media di Solo, Jumat (26/05/2023).
"Padahal dalam sidang putusan kasasi di Mahkamah Agung 26 Oktober 2022, putusan itu dikeluarkan melalui rapat musyawarah majelis hakim dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Kok bisa ada kesalahan jenis kelamin klien kami," kata dia.
Joko Haryadi memaparkan, dalam putusan pertama di Pengadilan Negeri (PN) Klaten dengan Nomor 40/Pid/B/2022/PN Kln, jenis kelamin terdakwa tertulis secara benar, yakni perempuan. Begitu pula dengan putusan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Semarang dengan Nomor 227/Pid/2022/PT SMG, terdakwa SK juga ditulis benar sebagai perempuan.
"Putusan MA yang salah dalam penulisan soal jenis kelamin klien kami tentu sebuah hal janggal," jelasnya.
Joko Haryadi menambahkan, pihaknya bertambah heran saat PN Klaten mengirimkan surat permohonan perbaikan petikan putusan dan putusan kasasi atas perkara itu kepada panitera Mahkamah Agung.
Surat Nomor W12-U9/455/Pid.00.01/2/2023 ditandatangani Ketua PN Klaten, Tuty Budhi Utami pada 8 Februari silam. Surat permohonan itu mendapat balasan dari Mahkamah Agung yang mengirimkan salinan putusan baru dengan Nomor 1096 K/Pid/2022 pada 18 Januari 2023. Kali ini, jenis kelamin SK sebelumnya laki-laki sudah berubah menjadi perempuan.
"Kok bisa PN Klaten mengirimkan surat permohonan perbaikan dan kemudian Mahkamah Agung mengeluarkan salinan baru. Aturannya dari mana?" tanya Joko Haryadi dengan nada heran.
Dengan adanya kasus ini, ia menolak eksekusi dari pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Klaten.
"Putusannya kan sudah salah, ya tentu klien kami tidak bisa dieksekusi," tukas Joko Haryadi. (riz)
(and_)