SOLO, solotrust.com - Kasus perdagangan daging anjing kembali menyeruak di Kota Solo. Kasus ini kembali menjadi perbincangan setelah penyergapan truk yang menyelundupkan 226 anjing di Tol Kalikangkung, Semarang, Minggu (07/01/24) dini hari.
Ratusan ekor anjing dibawa dari Subang, Jawa Barat menuju Soloraya. Kasus ini menunjukkan Kota Solo masih menjadi salah satu tujuan utama perdagangan dan peredaran daging anjing.
Menurut Koordinator Dog Meet Free Indonesia (DMFI), Mustika hingga kini terdapat 50 warung sate jamu di Kota Solo. Bahkan, para pedagang lebih lihai memasarkan daging anjing kepada pelanggan, yakni dengan penjualan secara online dan cash on delivery (COD).
"Perdagangan daging anjing di Soloraya atau pun di daerah mana pun, mereka menggunakan cara penjualannya melalui online atau COD sehingga kami tidak bisa melacak. Kendati demikian dari warung yang tertera di pinggir jalan itu, kami bisa tahu persis, sekitar 50 di Surakarta, bahkan itu bisa naik lagi," papar Mustika, saat dihubungi solotrust.com lewat sambungan telepon, Kamis (11/01/2024).
Angka ini, menurutnya sudah jauh menurun karena pada 2017 dan 2018 ditemukan 80 warung menjajakan daging anjing di Kota Solo. Warung-warung ini paling banyak berada di Kecamatan Banjarsari. Sementara beberapa wilayah lain di Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, dan Klaten juga banyak yang menjual.
Penurunan signifikan itu berasal dari upaya DMFI bekerja sama dengan Pemerintah Kota Solo pada 2022 lalu. DMFI beraudiensi dengan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka pada September 2022 saat kasus rumah jagal anjing yang membuang darah anjing di Sungai Bengawan Solo viral di media sosial.
"Kami mendiskusikan soal betapa besar dan bahayanya risiko yang dimunculkan dari perdagangan daging anjing. Akhirnya dari diskusi yang cukup panjang, mas wali menanggapi memang harus menindaklanjuti dengan kasus perdagangan daging anjing ini," papar Mustika.
"Cuma kan mas wali membutuhkan suatu ke mana nantinya supaya tidak hanya menjadi surat edaran atau pelarangan aja, tapi benar-benar bermanfaat kepada pedagang dan supaya mereka benar-benar beralih ke bisnis lain," lanjut dia.
DMFI juga berupaya menghubungi kabupaten dan kota di Soloraya untuk turut memerhatikan hal tersebut. Seperti di Karanganyar, puluhan pedagang mengajukan bantuan kepada bupati setempat agar bisa melakukan alih profesi, namun tak sedikit dari mereka yang kembali berjualan sate jamu.
"Kalau di Karanganyar ada 50 lebih akhirnya mengajukan diri untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa uang untuk beralih. Pun dari beberapa sudah melakukan sesuai yang diarahkan, cuma ada beberapa yang tetap bersikukuh tidak mau. Tetap buka, tetap memasang spanduk," beber Mustika.
Tak Ada Undang-undang yang Mengatur Perdagangan Daging Anjing
Tak akan bisa tertib bila tidak ada aturan hukum yang pasti. Kepala DPRD Kota Solo, Budi Prasetyo, mengaku pihaknya tak bisa membuat peraturan daerah (Perda) terkait pelarangan pedagangan daging anjing. Hal ini karena tak ada Undang-undang RI mengatur hal serupa.
"Perda itu kan memang harus ada dasar hukumnya, terutama aturan-aturan yang ada di tingkat pusat. Tidak bisa kita seenaknya membuat perda tanpa ada aturan dari atas. Dari tingkat pusat, dari tingkat undang-undangnya sendiri juga tidak ada amanah untuk mengatur kaitannya dengan masalah perdagangan anjing. Tidak secara spesifik mengatur itu," jelas Budi Prasetyo saat diwawancarai, Rabu (10/01/2024).
Hal itu menyulitkannya untuk membuat perda tentang perdagangan maupun konsumsi daging anjing di Kota Solo. Sejauh ini hanya ada surat edaran wali kota diberikan kepada para pedagang.
"Selama ini yang kita lihat, kita amati di lapangan hanya itu, baik itu yang di tingkat provinsi maupun di tingkat kota juga menindaklanjuti adanya SE dari pemerintah di atasnya," ungkap Budi Prasetyo.
Menurutnya, tak hanya minat masyarakat besar untuk mengonsumsi daging anjing, namun juga kebutuhan ekonomi bagi penjual yang terlanjut terjun sebagai pengusaha daging anjing di Kota Solo.
"Mereka juga alasannya untuk ekonomi, kan seperti itu. Jadi tentunya akan kita lihat sampai seberapa besar, terutama kaitannya dengan masalah perdagangan anjing ini dengan masyarakat Kota Solo," papar Budi Prasetyo.
Sementara itu, DMFI menyayangkan tak ada undang-undang mengatur peredaran dan konsumsi daging anjing. Selama ini hanya ada imbauan dari Kementerian Pertanian (Kementan) tentang peningkatan pengawasan terhadap peredaran/perdagangan daging anjing. Hal itu membuat peredaran daging anjing masih begitu bebas dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia.
"(Aturan) yang khusus untuk perdagangan daging anjing belum. Jadi pelarangan dan tegasnya belum ada. Harapan kami segera membuat regulasi terkait perdagangan daging anjing ini. Perdagangan daging anjing dan hewan-hewan kucing berdekatan dengan masyarakat umum," papar Mustika.
Padahal, daging anjing biasa diperjualbelikan belum tentu layak konsumsi. Pasalnya, tak semua anjing diedarkan untuk disembelih dalam kondisi sehat.
Sebagian dari mereka merupakan tangkapan liar atau anjing sudah dibuang. Sebagian pula anjing berkeliaran, meski terdapat pemiliknya.
"Manusia bisa mati karena memakan daging anjing yang sudah mati atau terkena rabies. Perdagangan ini juga tidak ada lisensi kesehatan atau pun dari kedokteran atau dinas terkait. Memang dinas terkait juga tidak akan melakukan hal itu karena anjing bukan untuk dimakan atau dikonsumsi," jelas Mustika.
Menyeruaknya kembali kasus peredaran daging anjing di Kota Solo, DMFI mengaku telah mendiskusikan hal itu dengan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispertan KPP) Kota Solo.
Selanjutnya Kepala DKPP Solo, Eko Nugroho Isbandijarso, mengungkap hal ini tengah dikaji secara mendalam dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Solo.
"Hasil pertemuan itu sudah kami laporkan ke pak sekda dan akan dipelajari," ucapnya. (add)
(and_)