SOLO, solotrust.com - Menanggapi kenaikan secara mendadak nilai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga mencapai 475 persen, DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jateng menemui Ketua DPRD Solo Budi Prasetyo di kantornya, Jumat (10/02/2023).
Pertemuan ini dimaksudkan untuk mengkritisi keputusan kenaikan nilai jumlah objek pajak (NJOP) PBB-P2 agar sesuai aturan perundang-undangan.
Berlangsung sekira satu jam, Ketua KAI Jateng, Asri Purwanti didampingi beberapa perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) menyampaikan kenaikan PBB-P2 berdampak ke banyak hal.
"Dengan kenaikan yang sangat luar biasa ini kan dampaknya sangat luar biasa tentunya ke developer (pengembang-red), ke masyarakat kecil. Tadi saya sampaikan bahwa nanti misal pun mau naik itu harus sesuai aturan yang ada," ungkap Asri Purwanti usai pertemuan.
Sesuai Pasal 40 ayat (5) dan ayat (7) UU No.1 Tahun 2022, NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan oleh kepala daerah dengan ketentuan paling rendah 20 persen dan paling tinggi 100 persen dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak.
Artinya, kenaikan NJOP lebih dari 100 persen seperti terjadi baru-baru ini di Kota Solo merupakan keputusan tidak tepat. Tak sampai di situ, Asri Purwanti mempertanyakan hak interpelasi DPRD, dalam hal ini komisi II untuk menginterpelasi wali kota dalam mengambil keputusan kenaikan atau penurunan NJOP.
Tak wajar bila sebagai anggota legislasi, mewakili masyarakat, DPRD tak terlibat dalam pengambilan pertimbangan hingga menjadi Peraturan Wali Kota (Perwali).
Terbaru, usai mendapat banyak protes dari masyarakat, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka memutuskan untuk menunda kenaikan NJOP.
"DPRD itu mempunyai hak interpelasi. Kenapa nggak digunakan? Kenapa melepas bebas Pak Wali yang akhirnya membuat kenaikan pajak berlipat-lipat. Kenapa kalau tidak ada proses dari masyarakat, tentu ini juga akan dibiarkan saja," ujarnya.
Mengenai keputusan penundaan kenaikan NJOP, Asri Purwanti meminta mesti ada keputusan secara tertulis melalui Perwali.
"Kami enggak mau hanya secara lisan di publik, nanti kesannya justru kami akan menjadi pertanyaan," tandasnya.
Lebih lanjut, Asri Purwanti mengatakan bila nanti terjadi keputusan kenaikan NJOP, DPRD Komisi II perlu mempertimbangkan klasifikasi zona wajib pajak.
"Ya jangan digebyah uyah (disamaratakan-red), sama dengan kenaikan yang sama. Bedakan dengan zona-zona. Mau naik monggo-monggo saja, kan memang target untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah) harus mengambil dari PBB, namun jangan seperti itu," ungkapnya.
Pembagian zonasi dapat dipertimbangkan dari jenis dan status bangunan agar tak memberatkan masyarakat.
Sementara menanggapi kritisi ini, Ketua DPRD, Solo Budi Prasetyo mengungkap akan mempertimbangkan mengenai zonasi klasifikasi NJOP. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Solo dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
"Saya kira enggak masalah (bila) kemudian disesuaikan ada zonasi dan sebagainya. Kita sepakat dengan adanya hal itu karena kan tidak semua tempat di-gebyah uyah, sama nilainya agar tidak menimbulkan gejolak ke depannya," ujar Budi Prasetyo. (riz)
(and_)