Pend & Budaya

Menengok Ritual Tuk Babon, Ungkapan Syukur Warga Lereng Merbabu

Pend & Budaya

21 Agustus 2024 23:17 WIB

Warga Desa Selo, Kecamatan Selo, Boyolali menggelar tradisi ritual Tuk Babon atau mata air di lereng Gunung Merbabu, Rabu (21/08/2024).

BOYOLALI,solotrust.com - Warga Desa Selo, Kecamatan Selo, Boyolali menggelar tradisi ritual Tuk Babon atau mata air di lereng Gunung Merbabu, Rabu (21/08/2024). Prosesi ritual diawali kirab dari perkampungan sekira tiga kilometer melintasi jalan setapak menuju Tuk Babon membawa sesaji, diikuti kesenian reog. 
 
Tokoh masyarakat Desa Selo, Kasno  Sangiaji mengatakan, ritual Tuk Babon digelar setiap setahun sekali. Warga membawa sesaji yang akan dipersembahkan di Tuk Babon. 
 
“Tradisi ini dilakukan setiap satu tahun sekali. Dalam ritual ini, warga membawa sesaji jalan kaki menuju Tuk Babon, kemudian sesaji itu dipersembahkan di sana,” katanya. 
 
Ritual dilakukan warga agar Tuk Babon terus mengeluarkan air sebab mata air ini merupakan sumber kehidupan warga Selo. Ritual ini mengandung makna rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberikan air melimpah untuk warga. Air dari Tuk Babon dapat dimanfaatkan empat desa, yakni Desa Selo, Desa Samiran, Desa Lencoh, dan Desa Suroteleng.  
 
“Tuk Babon ini abadi, meski kemarau panjang airnya tidak surut air. Terkait itu, kami melakukan ritual syukur kepada Tuhan,” jelas Kasno Sangiaji. 
 
Setelah melakukan prosesi ritual sesaji, warga menggelar kesenian reog di lokasi sekitar Tuk Babon. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Boyolali, Supana yang hadir dalam acara mengatakan, Tuk Babon merupakan mata air terbesar di Kecamatan Selo. Sumber mata air ini menghidupi warga yang bermukim di lereng Gunung Merbabu. 
 
“Ini merupakan sumber mata air terbesar di Merbabu, maka warga di sini melakukan memetri atau syukuran di lokasi Tuk Babon,” katanya.
 
Tradisi ini memiliki nilai sejarah diyakini masyarakat Selo. Mereka melakukan ritual memohon kepada Tuhan agar mata air ini terus mengalir sehingga dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. 
 
“Ini tradisi, maka tugas kami adalah memelihara karena memiliki nilai kebudayaan. Ini merupakan cara masyarakat di sini mendekatkan diri kepada Tuhan,” ungkap Supana. (jaka)

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya