BOYOLALI, solotrust.com - Memasuki musim penghujan tahun ini, para petani di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Desa Pagerjurang, Kecamatan Musuk, Boyolali mengeluhkan anjloknya harga pepaya serta tomat yang dihasilkan dari ladang mereka.
Anjloknya harga tomat dan pepaya dialami para petani di desa setempat terhitung sejak akhir Oktober 2021. Semula, per biji pepaya dihargai Rp5000 hingga Rp7000 kini hanya laku Rp1000 hingga Rp1500. Sementara tomat sebelumya Rp10 ribu hingga Rp15 ribu per kilogram kini hanya dihargai Rp2000 per kilogram.
“Harganya turun dratis. Sebelumnya mencapai Rp5000 sampai Rp7000, kini hanya Rp1000 sampai Rp1500. Paling mahal cuma Rp2000,” jelas Kepala Desa Pagerjurang, Nur Amir, saat ditemui wartawan di ladang miliknya, Kamis (18/11/2021).
Ia mengatakan, setelah mengetahui harga di pasaran turun dratis, hasil panen dari ladang berupa pepaya dan tomat akhirnya hanya diberikan ke ternak sapi miliknya.
"Daripada dijual murah terkadang malah nggak laku, mendingan dikasihkan ke ternak sapi saja. Kalau ditahan di rumah lama-lama juga busuk,” kata Nur Amir.
Turunnya harga pepaya ini, menurutnya tidak lepas dari banyaknya jenis buah yang mulai memasuki masa panen.
“Kalau sekarang ini banyak buah-buahan yang mulai dipanen atau sudah masuk masa panen., seperti durian, mangga, dan melon,” ucap dia.
Anjloknya harga ini membuat para petani pepaya di Desa Pagerjurang harus menanggung kerugian jutaan rupiah setiap masa panen atau per bulannya. Amir mengatakan dalam setiap satu hektare ladang ditanami sebanyak seribu pohon pepaya.
“Kalau kita kalkulasi, setiap masa panen pepaya atau dalam satu bulan kerugian sampai Rp30 jutaan dalam satu hektarenya. Kerugian ini terutama saat musim penghujan,” ungkap Amir.
Adapun guna menanggung kerugian dari hasil panen pepaya, dirinya membuat terobosan lain bekerja sama dengan anggota PKK. Mereka diajak untuk membuat olahan kremesan pepaya dan permen pepaya.
“Kami renungi terus, pepaya yang bagus bagus itu dikasihkan ke ternak terus. Namun, setelah menemukan jalan keluar, akhirnya kami bekerja sama dengan ibu-ibu PKK untuk membuat olahan yang dapat laku di pasaran,” kata Amir.
Ia menambahkan, hasil olahan pepaya itu kini dipasarkan melalui online. Setiap satu pepaya dapat menghasilnya sepuluh hingga 20 bungkus.
“Alhamdulilah, ini sebuah inovasi baru. Pepaya yang semula terasa tidak ada nilainya, kini dapat dijadikan olahan permen dan kremesan oleh ibu-ibu PKK. Namun, sampai saat ini kami juga masih terkendala pemasaran. Sementara ini memakai sistem online atau warga sini yang ada di perantauan, mereka mau beli,” pungkasnya. (jaka)
(and_)