Pend & Budaya

Melihat Tradisi Saparan di Cepogo Boyolali yang Masih Eksis hingga Kini

Pend & Budaya

9 September 2023 15:06 WIB

Warga lereng Gunung Merbabu, tepatnya di Dukuh Gunung Wijil, Desa Gubug, Kecamatan Cepogo, Boyoalali menggelar tradisi sadranan, Sabtu (09/09/2023). (Foto: Dok. solotrust.com/jaka)

BOYOLALI, solotrust.com - Warga lereng Gunung Merbabu, tepatnya di Dukuh Gunung Wijil, Desa Gubug, Kecamatan Cepogo, Boyolali menggelar tradisi sadranan, Sabtu (09/09/2023). Prosesi ini dilakukan warga setiap Bulan Sapar pada penanggalan Jawa di lokasi pemakaman sebagai bentuk pelestarian budaya leluhur.

Membawa berbagai jenis makanan berikut lauk pauknya, warga menuju lokasi pemakaman dengan berjalan kaki. Mereka menempuh jarak sekira satu kilometer dari kampung.   



Sesampainya di lokasi pemakaman, warga menggelar tahlil dan doa bersama dipimpin tokoh agama setempat. Setelah prosesi tersebut, mereka menyantap makanan yang dibawa dari rumah bersama-sama.   

Menurut tokoh masyarakat dukuh setempat, Joko Sarjono, tradisi sadranan ini dilakukan warga bertujuan mengirim doa kepada ahli kubur atau nenek moyang yang telah meninggal dunia.

“Tradisi ini dilakukan warga secara turun temurun setiap Bulan Sapar dalam penanggalan Jawa atau setiap September. Ini untuk mengirim doa kepada nenek moyang kita yang telah meninggal,” katanya.

Diharapkan, dengan digelarnya tradisi sadranan ini warga dimudahkan dalam mencari rezeki serta senantiasa diberikan kesehatan.

“Tadi sudah menggelar tahlil dan doa bersama, semoga warga di sini selalu diberikan kesehatan dan dimudahkan mencari rezeki,” ucap Joko Sarjono.

Tokoh masyarakat lainnya, Putut Tetuko, bilang tradisi saparan ini sudah dilaksanakan secara turun-temurun sejak zaman nenek moyang dulu hingga sekarang.

“Kami bersama warga lainnya akan terus menjaga tradisi nenek moyang ini. Tradisi ini sudah dilakukan sejak nenek moyang dulu hingga sekarang,” ungkapnya.

Setelah menggelar tardisi di makam, warga pulang ke kediaman masing masing lalu saling berkujung ke rumah tetangga. Hal itu untuk menjalin silaturahmi antarwarga.

Salah seorang warga, Sunarjo mengaku tradisi sadranan ini akan terus dilakukan sebagai bentuk pelestarian budaya Jawa.

“Tradisi ini terus dilestarikan agar nantinya generasi kita juga terus mengikutinya. Tradisi ini memang dilakukan terus, ada Bulan Ruwah, ada Bulan Sapar ini,” pungkasnya. (jaka)

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya