SOLO, solotrust.com - Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) membutuhkan terapi untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya sebab mereka mengalami penurunan kemampuan kognisi secara bertahap. Kemampuan kognisi ini mencakup atensi, konsentrasi, dan memori.
Salah satu terapi yang dapat membantu ABK untuk mengembangkan kemampuan kognitif adalah rhythm therapy atau terapi ritme yang dicetuskan owner-operator Gilang Ramadhan Studio Band (GRSB) Solo, Djoko Santoso pada 2009 dan menjadi satu-satunya tempat terapi ritme di Solo.
Djoko Santoso menjelaskan, terapi ritme dapat dikatakan bagian dari terapi okupasi, yakni perawatan khusus bagi seseorang yang mengalami gangguan fisik atau mental dengan latihan atau aktivitas mengerjakan sasaran yang terseleksi dengan tujuan membantu individu agar dapat mandiri dalam semua aspek kehidupan.
"Terapi ritme yang diajarkan di GRSB, yakni melatih koordinasi motorik kasar dan motorik halus, konsentrasi dan pengendalian emosi. Namun terapi ritme ini perlu dukungan psikolog, dokter anak dan psikiatri untuk penanganan anak anak berkebutuhan khusus yang punya kecenderungan destruktif," papar Djoko Santoso, saat berbincang dengan solotrust.com di GRSB Solo Grand Mall, Senin (21/03/2022).
Sebelum berubah menjadi GRSB pada 2010, tempat kursus ini bernama Gilang Ramadhan Studio Drum (GRSD) yang berdiri sejak 2008 dan kali pertama hadir di Solo di kawasan Jalan Abdul Muis (depan SMAN 2 Surakarta). Pengembangan terapi ritme untuk ABK dimulai pada 2009 dan awalnya kurang didukung Gilang Ramadhan, pemilik merek GRSB sekaligus pemain drum legendaris di Indonesia.
Namun, Djoko Santoso bertekad mengembangkan terapi ritme ini dan menyiapkan tiga orang instruktur untuk mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus di Soloraya, bahkan hingga ke luar kota sampai saat ini. Ia yakin, terapi ritme dapat membantu mengembangkan kemampuan anak-anak tersebut.
"Banyak orangtua di Solo sekitarnya yang berminat dengan terapi ini hingga saya kewalahan. Anak-anak ABK menjalani terapi ritme antara 1,5 sampai dua tahun. Progresnya bagus, anak-anak ini tantrum berkurang, komunikasi meningkat, lebih percaya diri, dan tambah kemandiriannya. Terapi ritme ini turut mendorong potensi kemampuan anak misalnya dari segi ketelitian dan ketegasan," ujar Djoko Santoso.
Dengan keberhasilan program terapi ritme dan durasi kursus terhitung lebih lama dibandingkan dengan kursus musik normalnya, Gilang Ramadhan pun akhirnya dapat menerima dan mendukung program terapi ritme ini. Puncaknya, pada 1 Maret 2019, Djoko Santoso berhasil mendapatkan paten untuk rhythm therapy ini.
Kendati berhasil secara praktik, namun pihaknya tetap membutuhkan dukungan dan kerja sama dengan psikolog untuk melihat perkembangan siswa-siswa ABK yang terapi di GRSB. Konsultasi dengan psikolog saja dinilai kurang menjadi dasar untuk membuktikan keberhasilan terapi ritme.
"Makanya mulai tahun lalu, saya membuat penelitian atau uji coba dengan cara melakukan tes psikolog bagi anak ABK sebelum dan setelah enam bulan terapi di GRSB. Hasilnya EQ naik, CQ atau emosionalnya lebih teratur dan terkendali serta ada kemandirian," ungkap Djoko Santoso.
Keberhasilan terapi anak-anak ABK membutuhkan dukungan orangtuanya. Kata Djoko Santoso, ketika orangtua mengakui keberadaan anak-anak ABK, terapi bisa lebih cepat.
Jika orangtua tidak mendukung justru akan menghambat terapi. Pihaknya pun berupaya melibatkan orangtua ketika anak-anak ABK tampil di konser musik rutin GRSB yang sering diadakan berkala.
"Butuh keterbukaan dari orangtua. Memang ada orangtua yang mau mengakui keberadaan anak tersebut dan mau melihat penampilan anaknya, tetapi masih ada orangtua yang belum mau. Bahkan ada yang menonton anaknya dari jauh, padahal kuncinya adalah peran orangtua," tandas Djoko Santoso.
Pihaknya mengaku, jumlah siswa GRSB menurun drastis hingga 50 persen dari saat sebelum pandemi Covid-19, namun tak sampai memberhentikan karyawan, meski terpaksa menutup GRSB di kawasan Jalan Abdul Muis pada 2019.
"Saya ingin GRSB tetap bertahan selama pandemi karena operasional selama pandemi jadi naik untuk memenuhi ketentuan pemerintah, yaitu melakukan fogging disinfektan dan menyediakan alat-alat prokes (protokol kesehatan)," ujar Djoko Santoso.
Ia melanjutkan, pandemi memang sangat memukul bisnisnya. Pandemi berakibat pada pengurangan jumlah siswa dan jadwal mengajar karena pembatasan aktivitas oleh pemerintah. Djoko Santoso pun membuka terapi secara online selama pandemi yang diikuti 32 siswa dari berbagai wilayah seperti Tangerang, Payakumbuh, dan Surabaya.
"Tetapi untuk rhythm therapy ini hampir 60 sampai 70 persen bertahan karena anak-anak mengalami tantrum jika tidak diterapi, sehingga manajemen mal dan gugus tugas Covid-19 mengizinkan GRSB tetap beroperasi," kata Djoko Santoso.
Ke depan, pihaknya akan mengembangkan pusat terapi di Kota Solo. Setelah berhasil dengan terapi fisik melalui musik, GRSB akan mengembangkan terapi perilaku dan terapi wicara.
"Mencerdaskan anak itu sesuatu yang tidak bisa dinilai dan menjadi aktualisasi diri bagi saya," pungkas Djoko Santoso. (rum)
(and_)