SOLO, solotrust.com - Tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai tampak di negara-negara di dunia usai dihantam pandemi Covid-19. Kendati demikian, pemulihan di berbagai sektor mulai dari industri hingga investasi menghadapi sejumlah tantangan dan kendala tersendiri.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono menguraikannya dalam pembahasan sesi pertama pertemuan Trade, Investment, Industry Working Group (TIIWG) di Solo, Rabu (30/03/2022).
Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan, pada pertemuan itu diperdengarkan pemaparan mengenai global economy outlook di bidang perdagangan, investasi, dan industri. Bagaimana situasi perekonomian dunia saat ini telah disampaikan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) dan UNCTAD bersama-sama Bank Dunia, OGCG, IMF, dan sejumlah lembaga lainnya.
"Intinya perwakilan WTO dan UNCTAD memberikan pemaparan mengenai kondisi perekonomian saat ini yang secara umum sudah memberikan tanda tanda pemulihan ekonomi global. Global economic recovery is happening right now, meskipun tidak berjalan secara merata di seluruh dunia," papar Djatmiko Bris Witjaksono, Rabu (30/03/2022).
Pihaknya melihat pemulihan perekonomian berjalan tidak secara merata. Kawasan ekonomi dunia ada yang pemulihannya relatif cepat, namun ada pula moderat. Khususnya di negara-negara berkembang dan negara-negara posisinya cukup remote, keberadaannya di struktur ekonomi global tidak cukup besar, pertumbuhan ekonominya tidak cepat, dan berada di situasi tidak cukup baik dibanding sebelum masa pandemi. Ini menjadi catatan delegasi negara-negara G20 yang hadir.
"Diharapkan ke depannya nanti G20 bisa memberikan satu dorongan secara bersama-sama untuk melakukan pemulihan ekonomi secara kolaboratif, baik itu perdagangan investasi maupun industri," kata Djatmiko Bris Witjaksono.
Dalam kesempatan itu, pihaknya juga memberikan highlights mengenai agenda prioritas Indonesia. Hampir sebagian besar mendukung agenda-agenda Indonesia yang diusung di dalam Presidensi ini.
Kendati tanda-tanda pemulihan perekonomian telah nampak, terdapat sejumlah tantangan harus dihadapi, di antaranya inflasi global di berbagai kawasan, tidak hanya di negara berkembang, namun juga di negara maju.
"Biasanya sebelum pandemi mengalami inflasi rendah, tetapi sekarang semua mengalami kondisi inflasi sangat tinggi. Semua reviving kebutuhan dan suplai meningkat, sementara di satu sisi pasokan juga kerap menjadi tantangan bersama. Belum lagi kondisi hubungan supply chain itu juga menjadi isu hingga akhirnya ikut memberikan tekanan terhadap inflasi menjadi lebih tinggi," bebernya.
Persoalan harga-harga di tingkat internasional, baik energi dan komoditi juga terus meningkat karena suatu hal. Tantangan lainnya adalah masalah pasokan antara permintaan (demand) yang pergerakannya relatif jauh lebih cepat dari pertumbuhan pasokan (supply).
Dalam pertemuan itu, masalah digitalisasi juga disinggung. Semua negara bersepakat perlu ada kolaborasi lebih erat untuk memanfaatkan perkembangan digital dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi lebih, inklusif sehingga semuanya akan mendapatkan manfaat dari aspek digital.
"Kondisi sulit saat ini perlu di-asses bersama-sama oleh semua negara. Kita tentunya ingin mengajak semua negara dan organisasi yang hadir dalam Presidensi G20 ini mengambil suatu kerja sama menyikapi dinamika-dinamika dan persoalan-persoalan yang kita hadapi saat ini mulai dari isu kesehatan, isu digitalisasi, transisi energi," terang Djatmiko Bris Witjaksono.
"Semua negara mendukung apa yang kita angkat di sini karena itu memang sangat relevan dengan situasi yang kita hadapi. Persoalannya mulai dari situasi di sistem perdagangan multilateral yang menghadapi tantangan, hingga dari sisi bagaimana kita merespons terhadap kebutuhan di bidang kesehatan," imbuh dia.
Di bidang kesehatan misalnya, soal adanya kesetaraan vaksin, obat-obatan, dan barang barang esensial. Tak hanya di masa pandemi saat ini, namun juga sebagai suatu upaya bagaimana menyikapi jika di masa mendatang muncul situasi-situasi kurang lebih sama dengan situasi dua tahun belakangan ini.
"Masalah industri, kita dorong penguatan ekosistem di sektor industri melalui adopsi teknologi 4.0 supaya industri lebih reciliat, memiliki daya tahan, dan lebih berkelanjutan. Di bidang investasi kita dorong investasi berkelanjutan, bahkan yang sifatnya investasi hijau, sehingga nanti ke depan investasi ini tidak hanya memiliki kemanfaatan ekonomi, tetapi juga masalah lingkungan," urainya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Eko SA Cahyanto menambahkan, khusus sektor industri, fokus di dalam forum ini adalah bagaimana kita bersama seluruh negara anggota G20 dan organisasi inernasional mempunyai satu kesepahaamn dalam menyikapi kondisi pandemi ini dalam rangka pemulihan.
"Hasil kajian mengenai bagaimana industri yang sudah mengadopsi teknologi berkaitan dengan Revolusi Industri 4.0 ini punya resiliensi lebih tinggi, termasuk sektor industrinya, termasuk yang berkaitan dengan outlook perekonomian dunia bisa cepat kita pulihkan," kata Eko SA Cahyanto.
"Sekarang memang sudah mengarah pada pemulihan, tapi kita harus pulih lebih cepat dan lebih kuat. Untuk itu diperlukan satu intervensi teknologi di dalam sektor industri agar kita bisa menekan harga-harga barang produk bisa lebih murah, kita bisa menjaga industri itu lebih resilien dalam menghadapi kondisi ke depan yang kita belum tahu kepastiannya," pungkas dia.
Agenda Trade, Investment, Industry Working Group (TIIWG) merupakan salah satu bagian dari Presidensi G20 di Kota Solo selama tiga hari, Selasa hingga Kamis (29-31/03/2022). Rombongan delegasi G20 berjumlah total 41 delegasi dari sepuluh negara dan beberapa organisasi internasional. (rum)
(and_)