SOLO, solotrust.com - Rumah seorang warga RT 5 RW 1, Kampung Sambirejo, Kecamatan Banjarsari Solo roboh, diduga akibat terdampak goncangan alat berat proyek pembangunan elevated railway di Palang Joglo, Solo.
Pemilik rumah, Widayat mengungkapkan peristiwa itu terjadi pada Kamis (20/07/2023) sekira pukul 17.00 WIB. Bangunan rumah roboh di bagian Utara, tepatnya pada dapur dan kamar mandi. Selain tembok roboh, sebagian genting juga melorot.
"Istri saya yang awalnya tahu, saat itu saya lagi jualan. Istri saya waktu itu masak di sini (dapur)," kata dia.
Menurut Widayat, sebanarnya rumahnya memang sudah retak sebelum proyek pembangunan rel layang dilakukan. Namun karena sering ada alat berat digunakan dalam proyek, kerap kali membuat goncangan hingga terasa ke rumah warga.
"Mungkin dari proyek, kalau nggak dari proyek nggak roboh, kan lebarnya kecil-kecil. Sebelum ada proyek sudah retak, tapi kalau terus terdampak dari proyek getaran itu jadi makin lebar, terus roboh," beber Widayat.
"Gempa bumi itu durasi paling berapa detik, lha kalau ini hampir berjam-jam setiap hari," imbuhnya.
Usai kejadian, Widayat mengungkapkan dirinya langsung melapor kepada petugas proyek. Ia pun dijanjikan segera mendapatkan ganti rugi berupa perbaikan rumah yang rusak.
"Saya sudah lapor ke proyek, besok langsung dikerjakan, untung sana langsung sigap. Sini roboh kemarin, saya langsung laporan, langsung lari ke proyek, besok langsung dikerjakan," terang Widayat.
Warga yang bekerja sebagai pedagang angkringan itu saat ini masih membuka usaha di kios miliknya, tak jauh dari rumahnya. Namun untuk beristirahat, sementara Widayat menempati kios miliknya.
Sementara itu, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka mengaku akan mengatasi kejadian ini. Menurutnya, robohnya rumah warga akan dimasukkan ke dalam program renovasi rumah.
"Pasti, kalau ada kerusakan rumah menjadi tanggung jawab kami. Coba nanti saya cek, kami mohon maaf. Retak-retak kemarin juga menjadi tanggung jawab WIKA. Nanti kami tindak lanjuti," tegasnya.
Banyak dampak dirasakan warga
Tak hanya Widayat, pengerjaan proyek pembangunan elevated railway juga berdampak kepada warga lainnya. Salah satunya Adhitthama yang terpaksa menutup usaha kayu jati miliknya.
"Kalau saya ya terutama debu. Usaha di sini jadi mati total ini. Kalau saya buka usaha, saya risikonya di kesehatan yang penutupan pertama. Sementara yang penutupan kedua lebih parah lagi, omzet tinggal sepuluh persen, sekarang malah minus," beber Adhitthama.
"Jadi ini tidak saya rasakan sendiri, banyak, termasuk pak Widayat," sambungnya.
Dampak lainnya, menurut Adhitthama banyak debu berhamburan hingga mengakibatkan polusi. Kondisi ini bisa memengaruhi kesehatan lantaran udara tercemar.
"Kalau secara kesehatan pasti sebulan, dua bulan pasti sakit, minimal batuk pilek. Kalau yang awal itu hampir batuk. Kami konsultasi ke dokter berulang kali," ucapnya.
Warga juga sempat meminta kepada PT WIKA untuk melakukan penyiraman jalan agar tidak terlalu berdebu. Namun, menurut Adhitthama hal itu tidak konstan dilakukan.
"Kami minta penyiraman ke PT berapa jam sekali, kadang juga cuma sehari sekali, kadang kami sirami sendiri," tutupnya. (riz)
(and_)