SOLO, solotrust.com - Ketua DPRD Kota Solo Budi Prasetyo memastikan mobil dinas listrik untuk wali kota, wakil wali kota dan ketua DPRD tak masuk pada Kebijakan Umum Anggaran dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) RAPBD 2023, meski memang sempat dibahas di rapat Raperda APBD 2023.
"Belum ada anggaran untuk pengadaan mobil listrik, jadi itu usulannya di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), usulan tambahan prioritas TAPD, jadi kalau ada bahasanya menolak itu, belum kami anggarkan kok," ungkap Budi Prasetyo, saat dijumpai di gedung DPRD Solo, Kamis (03/11/2022).
Usulan itu sebelumnya muncul dari BPKAD mempertimbangkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 7 Tahun 2022 tentang percepatan pembangunan kendaraan listrik untuk kepala daerah.
Budi Prasetyo menjelaskan, sejak awal anggaran untuk mobil listrik memang belum masuk di nota pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
"Pada saat awal kami membahas KUA dan PPAS belum ada nota kesepakatannya tentang itu (mobil listrik), kemudian KUA PPAS sudah kami sepakati bersama wali kota, sudah kami kunci memang belum ada soal itu," kata dia.
Selain itu, menurut Budi Prasetyo belum dianggarkannya mobil listrik lantaran mempertimbangkan defisit APBD Solo 2023 yang menginjak angka Rp105 miliar. Selain itu, defisit anggaran salah satunya dampak pemangkasan dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat.
"Apa yang berkaitan dengan dana-dana transfer dari pemerintah pusat kemudian terutama yang DAU. Itu ada defisit cukup banyak ya, akhirnya itu tidak jadi kami masukkan di pembahasan di badan anggaran," jelasnya.
Secara prinsip, Budi Prasetyo juga menilai pengadaan mobil dinas listrik untuk operasional dirinya sebagai ketua DPRD belum mendesak. Menurutnya, mobil dinas Toyota Camry masih layak, meskipun keluaran 2012.
Disinggung mengenai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang percepatan pembangunan kendaraan listrik berbasis baterai di instansi pemerintah pusat dan daerah, Budi Prasetyo mengatakan perlu ada kajian matang, khususnya seberapa besar efektivitas dari pengadaan mobil listrik tersebut di daerah.
"Saya kira itu juga perlu dikaji apa efektivitasnya daripada tenaga listrik dengan BBM (bahan bakar minyak). Jadi efisiensinya seberapa besar. Kalau nggak signifikan saya kira ya kita kan belum bisa mengatakan bahwa itu perlu, walaupun sudah ada Inpres dari Pak Presiden," jelasnya.
Sementara itu, pakar pengamat kebijakan publik Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton Agus Setyawan berpandangan kebijakan diambil pemerintah kota (Pemkot) kurang memikirkan jika dilihat pengaruhnya untuk jangka panjang. Menurutnya, wali kota dan wakil wali kota selayaknya dapat menjadi contoh terkait penggunaan energi terbarukan.
"Penghapusan anggaran mobil listrik sangat disayangkan dalam jangka panjang, yaitu memberikan contoh ke masyarakat tentang penggunaan energi terbarukan," pungkasnya. (riz)
(and_)