SOLO, solotrust.com - Dalam sepekan, dua kerbau bule Kiai Slamet Keraton Kasunanan Solo dilaporkan mati. Kematian pertama terjadi pada Kamis (21/07/2022) pagi di kandang Mahesa Pusaka KagunganDalem Alun-alun Kidul sisi Barat. Kebo yang mati bernama Nyai Apon, kerbau tertua 20 tahun berjenis kelamin betina. Ia mati lantaran terjangkit virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Sementara kerbau lainnya yang mati baru dilahirkan sehari. Kerbau yang mati pada Minggu (24/07/2022) sore ini dilahirkan Nyai Jumiten. Sang induk saat bunting sedang terserang PMK. Hewan yang baru saja dilahirkan itu pun menjadi kerbau termuda mati sepekan terakhir.
Kematian dua kerbau tertua dan termuda ini menjadi keprihatinan bagi penggelola. Terlebih, keduanya mati jelang Kirab Malam 1 Sura, rencananya digelar Jumat (29/07/2022) malam mendatang.
Ketua Pengelola Alun-alun Kidul Solo, GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani mengungkapkan, kematian kerbau bule jelang malam 1 Sura menjadi hal jarang dan nyaris tak pernah terjadi di Keraton Solo. Ia berharap kejadian itu tak menjadi pertanda buruk bagi Keraton Solo.
"Mudah-mudahan tanda-tanda seperti ini bukan menjadi pertanda tidak baik, kita berdoa saja," ucapnya, Minggu (24/07/2022) malam.
GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani juga memastikan, kerbau-kerbau ini dalam waktu dekat tak dapat dikirab pada malam 1 Sura. Untuk diketahui, kirab tersebut menjadi tradisi tahunan Keraton Solo.
Hal itu lantaran sebanyak tujuh kerbau dari total 18 kerbau bule juga terserang PMK. Ada beberapa kerbau lain menunjukkan PMK, sedangkan kerbau yang dipastikan sehat sudah divaksin sejak Sabtu (23/07/2022) lalu.
"Sudah jelas nggak bisa karena dinas sendiri, bukan saya yang menyatakan nggak bisa, dari dinas sendiri seperti itu. Sayanglah sedang dalam pemulihan disuruh jalan, ini aja masih pincang-pincang," tuturnya.
Sementara itu, sebelumnya pada Sabtu (24/07/2022), Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Solo, Kanjeng Gusti Ratu (GKR) Koes Moertiyah berkomentar mengenai kematian pertama kerbau bule jelang 1 Sura.
Gusti Moeng, sapaan akrabnya, menilai kejadian ini menjadi pengingat segenap keluarga Keraton Solo.
"Leluhur juga tidak menginginkan keraton ini keadaannya seperti ini. Oleh sebab itu, saya sebagai orang Jawa mestinya ikhtiar, piye carane (bagaimana caranya-red), bukan hanya tata lahir saja, tetapi juga tata batin. Adapun yang pernah saya lakukan selama ini, saya mulai mendekat kepada Tuhan untuk kembali seperti apa yang pernah saya lakukan," ujar Gusti Moeng.
Ia meminta keluarga keraton untuk berbenah diri atas kejadian itu.
"Kejadian ini pasti menjadi peringatan. Semoga yang diperingatkan segera sadar, kesadaran itu kita tidak bisa memaksa. Saya memohon kepada Allah semoga segera memberi peringatan dan kesadaran pada mereka-mereka ini yang wis lali (sudah lupa-red)," pungkasnya. (dks)
(and_)